4 Alasan yang membuat Belajar lebih Bermakna bagi Anak
Bakat Anak – Belajar memang tidak pernah terjadi di ruang kosong tanpa konteks.
Dalam artikel sebelumnya, saya telah menyinggung beberapa cara yang dapat Ayah Ibu lakukan agar anak lebih mudah terpikat belajar. Seperti yang telah Daniel Pink katakan, anak butuh alasan mengapa mereka butuh belajar suatu hal. Sebuah alasan yang lebih dari sekadar naik kelas dan lulus sekolah, atau bahkan hanya mendapat nilai bagus, apalagi belajar karena disuruh.
Anak butuh hal yang relevan. Belajar menebar jala jelas relevan bagi seorang anak nelayan, karena itu adalah bagian dari kehidupan dan kesehariannya. Belajar memilih mana jamur beracun dan yang bisa dimakan, jelas relevan bagi anak yang tinggal di gunung, yang mengandalkan hidupnya dari alam. Saat sebuah topik relevan dengan kehidupan anak – atau anak bisa membayangkan, bahkan mengalami relevansinya – belajar jadi bermakna.
Di satu titik anak akan berbahagia karena menguasai kemampuan tertentu, dan di titik yang lain anak berbahagia karena dapat menggunakan kemampuan yang dipelajarinya untuk membantu orang di sekitarnya. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita sebagai orangtua membantu anak menemukan alasan mengapa ia harus belajar suatu hal?
Steven Levy mendiskusikan hal ini dalam tulisan berjudul “The Power of Audience”, yang dimuat dalam jurnal Educational Leadership tahun 2008. Steven menganalogikan belajar yang bermakna dengan sebuah tim paduan suara yang berlatih berminggu-minggu. Mengapa mereka belajar sedemikian keras? Karena mereka tahu bahwa banyak orang yang akan datang ke konser, untuk menikmati lagu yang mereka persembahkan.
Sayangnya, belajar di sekolah seringkali tidak demikian. Pembelajaran yang seringkali dilakukan anak di sekolah bak memandang lukisan abstrak. Belajar suatu hal yang penuh dengan simbol dan tanda yang tidak mereka tahu gunanya, selain untuk mengerjakan tugas dan ujian. Tidak pernah lebih dari itu.
Hari Pertama Masuk Sekolah, Siapa Takut? 3 Tips untuk Orangtua
15 Pertanyaan Keren ini perlu Anda Ajukan pada Guru
Agar Anak Merdeka untuk Belajar, Berikan 4 Kesempatan ini
Bagi Steven Levy, salah satu cara yang efektif untuk membuat belajar menjadi bermakna adalah dengan menghadirkan orang-orang yang membutuhkan dan menghargai usaha anak. Misalnya, dengan belajar menulis runtut dan logis anak bisa membuat esai argumentatif mengapa sekolahnya perlu memiliki kebun sendiri. Terdapat konteks, relevansi belajar yang bermakna buat anak.
Dalam konteks pengembangan bakat anak, Bukik Setiawan menggunakan istilah ekosistem bakat: faktor dan aktor yang mempengaruhi bagaimana sebuah bakat bermanfaat sekaligus dihargai. Misalnya, ternyata, belajar bermain piano bisa bermanfaat untuk menemani keluarga pasien yang sedang mengantri untuk mengambil obat di lobi rumah sakit. Saat anak mengetahui bahwa dengan menekuni suatu bakat ia bisa melakukan sesuatu buat orang lain, proses belajar anak akan menjadi bermakna.
John McCarthy menyebutkan setidaknya empat cara menghadirkan orang-orang yang dapat menghargai usaha anak dalam belajar, yang disebutnya sebagai audiens yang otentik. Pertama, belajar lebih bermakna saat anak tahu ia bisa membantu menyelesaikan masalah. Misalnya, belajar tentang pengolahan limbah akan lebih berarti saat anak diajak mengolah dan memanfaatkan, setidaknya sampah yang diproduksi di rumahnya sendiri. Kedua, belajar lebih bermakna saat anak tahu ia bisa menyuarakan pendapatnya. Bayangkan seorang anak yang menggunakan kemampuan menulisnya untuk menyurati sang kepala sekolah, agar meringankan beban teman sekelasnya karena keluarganya baru saja tertimpa musibah.
Ketiga, belajar lebih bermakna saat anak tahu ia bisa berbagi pengetahuan dengan orang lain. Entah sesederhana mengajari saudaranya memainkan alat musik, sampai berbagi informasi mengapa styrofoam tidak layak dipakai sebagai kemasan makanan, belajar jauh lebih menyenangkan saat ilmunya tidak disimpan seorang diri. Keempat, belajar lebih bermakna saat anak tahu ia bisa menampilkan hasil belajarnya. Dengan mengunggah video permainan pianonya di blog, Damai, putri Bukik Setiawan, bisa menerima masukan dari orang lain untuk meningkatkan kemampuannya, selain menghibur banyak penonton seperti saya.
Apakah dengan menekuni suatu bidang bakat, anak Ayah Ibu menjadi bahagia?
Foto oleh Mus Zaenudin