6 Jurus Belajar Seasyik Bermain yang Wajib Dipahami Orangtua - Portal Bakat Anak

6 Jurus Belajar Seasyik Bermain yang Wajib Dipahami Orangtua

Diposting oleh:

Bakat Anak – Anak saya malas belajar. Memangnya bisa, toh, belajar seasyik bermain?

Bisa. Kegiatan belajar bisa seasyik bermain. Tapi kalau waktu bermain anak-anak sekarang sudah berkurang delapan jam dari waktu bermain orangtuanya dulu, bagaimana anak bisa membawa keseruan bermain dalam belajar? Enam jurus belajar seasyik bermain ini saya sarikan dari ringkasan penelitian “The Power of Play“, agar anak Anda lebih gemar belajar.

1. Menyenangkan. Harus

Jurus pertama: belajar seasyik bermain berarti kegiatannya haruslah menyenangkan buat anak. Kalau bermain saja bisa nggak bikin anak senang, apalagi belajar?

Kunci dari “menyenangkan” terdapat dalam dua hal: kemampuan anak saat ini dan tingkat kesulitan yang dihadapinya. Bayangkan, saat Anda baru pertama kali bermain game lalu diberi level 99, pasti langsung stres, kan? Sebaliknya, kalau anak sudah mahir tetapi tantangannya terlalu mudah, gugurlah rasa senang tersebut. Ini sih, gampang banget.

Belajar seasyik bermain itu membuat anak tertantang untuk memahami dan menguasai materi atau kecakapan tertentu. Nah, hal yang penting dipahami di sini adalah bagaimana mengajak anak untuk berani menambah tingkat kesulitan sehingga meningkatkan kemahirannya. Ubah persepsi keluarga Anda tentang kegagalan, sehingga anak tak perlu takut gagal.

bakat anak jurus belajar seasyik bermain

2. Berasal dari kemauan anak

Jurus kedua: motivasi belajar (seasyik bermain) harus berasal dari kemauan anak. Kemauan untuk belajar, bukan tentang perkara-perkara lain.

Coba ingat-ingat serunya Ayah Ibu bermain di kala kecil, entah bermain gundu atau pasaran. Pada dasarnya bermain itu kegiatan bersenang-senang, menikmati asyiknya menyentil kelereng atau bertingkah seperti ibu-ibu di pasar. Urusan menang-kalah itu belakangan; menang ya syukur, kalau kalah ya besok main lagi. Yang penting bisa main.

Belajar seasyik bermain pun demikian. Kalau pada akhirnya anak dapat nilai bagus, itu hanya efek samping. Yang penting, anak senang mempelajari materi (misalnya, matematika) atau kecakapan yang sedang dipelajarinya (contoh, menjahit). Kepuasan belajar datang dari kegiatan tersebut, bukan karena nanti dapat piala, atau biar nanti tidak dihukum orangtua.

3. Berorientasi pada proses

Jurus ketiga: belajar seasyik bermain itu berorientasi pada proses, bukan hasil.

Jurus ketiga ini berhubungan erat dengan jurus kedua. Saat anak mulai belajar karena keinginannya sendiri, ia baru bisa menikmati kegiatan belajar dan pengembangan bakat bukan karena embel-embel hal lain, termasuk memenangkan perlombaan. Yang penting, anak belajar hal baru dan berkembang lebih baik ketimbang dirinya yang sekarang.

Kemenangan atau kekalahan jadi tidak sebanding dengan kepuasan anak menampilkan hasil belajar di atas panggung. Kalaupun anak tidak puas, ia tidak puas bukan karena ia kalah, namun karena ia merasa dirinya tidak lebih berkembang dibanding dalam perlombaan sebelumnya. Atau dalam konteks lain, ia tidak belajar banyak hal baru. Hal ini justru menjadi cermin yang bagus buat anak dalam mengamati perkembangan diri di bidang bakat yang ditekuninya.

4. Sukarela

Jurus keempat: belajar seasyik bermain itu sifatnya sukarela, lho. Bermain saja, kalau terpaksa, nggak jadi menyenangkan buat anak.

Ini yang seringkali jadi momok buat anak kita: terpaksa belajar. Belajar karena ditekan banyak kondisi, termasuk harapan dan ego orangtuanya sendiri. Kamu harus pintar matematika, makanya Mama leskan kamu matematik. IPA juga. Padahal si anak jago gambar, namun hal tersebut sepertinya diabaikan sang ibu.

Belajar bisa menjadi seasyik bermain saat anak menjalaninya dengan sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari orang dewasa. Di titik ini, Ayah Ibu justru bisa membantu anak menghindari kesan keliru tentang suatu mata pelajaran atau topik yang awalnya tidak disenanginya. Pada akhirnya, mungkin anak memang tidak berminat pada hal-hal tertentu, namun kita telah membantunya agar ia tetap termotivasi untuk berusaha.

Dan bukannya membuat anak belajar dengan ancaman hukuman maupun iming-iming hadiah.

5. Membuat anak terlibat

Jurus kelima: belajar seasyik bermain membuat anak terlibat. Bikin anak asyik dengan kegiatannya.

Saat anak ditekan untuk belajar, anak sebenarnya tidak terlibat penuh, bahkan bisa jadi tidak terlibat sama sekali dalam proses belajar. Mungkin anak akan mencoba menghapal materi ABC, dan mungkin ia berhasil memenuhi permintaan orangtuanya untuk mendapat peringkat lima besar di kelas. Namun karena ia terpaksa melakukannya, apapun yang dipelajari dengan mudah menguap begitu saja. Ingat pepatah Finlandia kapan hari?

Terlibat berarti merasa asyik dengan kegiatan belajar, dan ingin mengulanginya. Sama seperti bapak-bapak yang hobi futsal padahal sudah lelah bekerja, keasyikan itu dicari dan ditemukan. Saat anak merasa asyik, belajar sudah tidak menjadi kewajiban sebagai siswa. Belajar matematika ternyata seru seperti memecahkan teka-teki, dan belajar sejarah itu bak mengawal tokoh-tokoh besar yang berjuang maupun menggagas ide-ide kebangsaan.

Tanyakan pada anak, keseruan apa yang paling ingin diulanginya dalam konteks belajar? Membuat prakarya? Menelusuri teori? Praktek langsung?

6. Jadikan anak karakter utama

Jurus keenam: belajar seasyik bermain menjadikan anak sebagai karakter utama.

Dalam bermain, ada istilah yang disebut sebagai make-believe. Anak tidak sekadar bermain atau memainkan alat-alat, tetapi ia menjadi karakter utama, pahlawan di dalam permainan. Ayah Ibu yang gemar bermain game pasti sering menemukannya, dan inilah salah satu hal yang membuat game asyik dimainkan. Apapun peran yang dipilih anak, dari dokter sampai pedagang di pasar, semua dijalani dengan sepenuh hati, karena dialah karakter utamanya.

Belajar seharusnya bisa menjadikan anak sebagai karakter utama, bukan satu dari sekian juta murid yang dimasukkan ke sekolah untuk belajar dan bersiap menghadapi ujian nasional. Anak adalah karakter utama dalam kehidupannya, dan belajar dan pengembangan bakat selayaknya menjadi bekal buat anak menghidupi karakter utama yang diimpikannya, apapun itu – dokter, astronom, arkeolog, nahkoda, koki, penulis…

Sehingga anak bisa bilang, Wah, seru juga ya jadi [profesi yang menarik baginya]!

 

Apa keseruan bermain di rumah yang bisa jadi inspirasi agar anak mengalami keseruan belajar?

 

Foto oleh North Charleston


panduan memilih sekolah untuk anak zaman now

Leave a Reply

Buku Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now
rss
rss
rss
Mas Yana : Saya pikir masih sama konteksnya. jika jiwa kompetitif anak diarahkan kepada hal baik, seperti anjuran agama "
Zalllll, can u help me? : Dan lebih parahnya lagi, aku hampir mau bundir hehe gara tertekan capek disuruh ini itu sm ortu yg strict pare
Seorang anak Strict parents:)) sad : Ini penting bat si buat kamu, kyk survey ke sekolahnya langsung biar gk salah masuk sekolah...bahkan liat bang