Bagaimana Kalau Anak Anda Belum Menemukan Bakat?
Bakat Anak – Apa yang sebaiknya orangtua lakukan saat anak belum menemukan bakat?
“Iya, bagaimana kalau anak saya tidak ada tanda-tanda berbakat?” Apakah Anda sedang mengkhawatirkan hal ini? Anda merasa anak tidak memiliki bakat atau bahkan prestasi yang menonjol? Atau Anda sedang kebingungan karena anak tampaknya tidak punya minat atau kegemaran tertentu? Kapan kita sebagai orangtua dapat meminta anak menemukan passion-nya?
Ketika anak lain berbakat
Sekali waktu, mungkin kita bersama anak melihat kawan-kawannya berhasil di bidang sains atau musik, olahraga atau bahasa. Mereka sejak dini sudah tampak berhasil dalam bidang bakat yang ditekuninya, sedangkan anak kita biasa-biasa saja. Dalam hal akademik tidak menonjol, yang non-akademik juga tidak. Apa yang harus kita lakukan sebagai orangtua saat anak belum menemukan bakat?
Melihat tren yang ada, beberapa orangtua kemudian mulai mendorong sang anak untuk ‘sukses’ seperti anak lainnya. Kalau yang lagi heboh adalah menyanyi, anak disarankan ikut menyanyi. Kalau yang lagi ramai dibicarakan adalah memasak, anak diajak kursus memasak. Atau, saat teman-teman anak pada ikutan les musik, kenapa anak saya tidak ikutan juga?
Apalagi kalau karena suatu bakat dan prestasi, anak bisa masuk ke sekolah favorit. Sebagai perbandingan misalnya, di Amerika Serikat, menuliskan tentang passion jadi salah satu rekomendasi utama saat mendaftar ke universitas. Kalau sudah berbakat, sudah menemukan passion-nya dari kecil, pasti keren banget, yah.
Bertanya-tanya
Bisa jadi, kita sebagai orangtua yang sudah paham kalau mengenal bakat anak itu penting, khawatir karena anak belum punya bakat. Tanda-tanda pun tampaknya tidak ada. Kita mulai menaruh harapan kepada anak, agar mereka segera bisa ‘menemukan’ bakatnya.
Caranya bisa macam-macam, dari yang halus dengan meminta anak untuk mulai menggemari sesuatu, sampai mengajak anak les ini-itu, seperti yang sudah saya singgung di atas. “Kamu harus menyukai sesuatu,” bakat anak bukan lagi menjadi keseruan maupun hal yang asyik dilakukan anak, melainkan hal yang harus ditemukan dan dimiliki.
Pada awalnya anak yang belum menyadari bakatnya mungkin tidak terlalu peduli. Namun saat orangtuanya meminta, anak mulai berpikir tentang keharusan mempunyai bakat, kegemaran, atau passion. Bisa jadi, anak mulai bertanya-tanya dan mencari-cari. Namun karena berangkat dari tujuan yang tidak tepat – karena diwajibkan – anak bisa jadi menganggap sebuah kegiatan apapun yang bagi teman-temannya menarik sebagai bakat yang bisa dikembangkan.
Lakukan Eksplorasi
Anak kemudian menghabiskan berbulan-bulan dengan mengikuti sebuah klub, kursus, atau les bakat, agar seolah-olah tampak memiliki kegemaran atau sedang menekuni sebuah bidang bakat. Ini tidak sepenuhnya salah, namun bisa jadi membuang waktu anak untuk mencoba beragam aktivitas lainnya. Bahkan, bisa jadi sebenarnya anak tidak senang dengan kursus atau les bakat yang dijalaninya. Bagaimana dengan anak Anda?
Saat Anda melihat bahwa anak belum punya bakat, atau belum memunculkan tanda-tanda tertentu, bukan berarti Anda dapat bergegas mengharuskan anak ‘menemukan’ bakatnya. Seperti belajar, mengenal dan menekuni bakat adalah kebutuhan, bukan kewajiban. Saat sebuah kegiatan diwajibkan, hal yang awalnya menyenangkan menjadi tekanan, keseruan menjadi paksaan.
Solusi mengenal bakat anak bukanlah dengan langsung mengeleskan anak, apalagi mengharuskan anak menggemari sesuatu. Sebaliknya, sesuai tips praktis mengenal bakat anak yang telah ditulis oleh Bukik Setiawan, di tahap pertama, anak justru butuh waktu yang memadai untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya. Eksplorasi berarti memberi kesempatan anak untuk mencoba berbagai aktivitas dari delapan kecerdasan majemuk. Dan ini bisa dilakukan tanpa perlu mengeluarkan biaya sebesar mengikutkan anak kursus.
Bagaimana, kini sekarang Ayah Ibu sudah tahu apa yang harus dilakukan saat melihat anak belum punya bakat, kan? Jika masih ragu, coba baca kembali dan praktikkan lima langkah mengenal bakat anak!
Bagaimana cara anda memberi kesempatan anak melakukan eksplorasi untuk menemukan bakat?
Foto oleh Niklas Hellerstedt