Anak Suka Fotografi? Yuk Belajar bareng Kinez Riza Membingkai Dunia
Bakat Anak – Apakah Ayah Ibu hobi berfoto bersama anak?
Kapan terakhir kali Ayah Ibu melakukan selfie? Bisa dibilang, fotografi sekarang identik dengan selfie, memotret diri sendiri. Berbagai produsen telepon genggam berlomba-lomba meluncurkan produk dengan kamera depan agar siapapun – baik anak maupun orang dewasa – dapat lebih mudah melakukan selfie. Tak hanya itu, foto-foto tersebut pun kemudian diunggah di berbagai media sosial.
Fotografi sendiri sebenarnya bukan barang baru. Namun tak dapat disangkal, dulu kamera bisa dikategorikan sebagai barang mewah. Tak semua keluarga bisa dengan bebas mengabadikan momen bersama, kecuali ke studio foto. Pun memiliki kamera, orang masih harus membeli negatif dan mencetaknya. Oleh karena itu, saat itu memotret bukanlah kegiatan yang bisa dilakukan setiap orang di setiap waktu.
Kini, dengan kemajuan teknologi, bahkan anak berumur 6 tahun pun lihai menggunakan kamera telepon genggam. Fotografi menjadi seni visual sekaligus kegiatan yang bisa dilakukan siapapun dan kapanpun. Harga telepon genggam yang beragam memberi kesempatan keluarga dari berbagai kalangan untuk mengaksesnya. Berbeda dengan negatif foto, file digital hasil jepretan bisa dinikmati tanpa harus dicetak terlebih dahulu.
Kalau dulu hasil fotografi hanya bisa dinikmati secara privat di dalam album foto keluarga, kini tidak ada batasan lagi untuk bertukar foto atau mengunggah hasil jepretan di dunia maya. Tidak ada halangan bagi seseorang untuk menunjukkan eksistensi maupun berbagi kebahagiaan dengan memperlihatkan foto-fotonya di media sosial.
Ada pepatah bahwa “sebuah gambar memuat beribu kata”, dan ini berlaku juga untuk kegiatan memotret. Anak yang dianugerahi kecerdasan imaji yang menonjol, bisa jadi sangat menikmati saat ia melihat, maupun mengabadikan momen dengan fotografi. Setiap foto mengandung cerita, dari cerita yang paling sederhana, semisal makanan kesukaannya, sampai kisah yang paling kompleks, seperti keruwetan kota besar. Dari cerita paling personal, seperti hubungan anak dengan kedua orangtuanya, sampai cerita yang sosial, tentang kemiskinan.
Bermula dari membeli sebuah kamera bekas di pasar, Kinez Riza, yang lahir pada 1989, menekuni kariernya sebagai seniman, khususnya di bidang fotografi. Ia mengaku memiliki berbagai cita-cita, namun justru ia menemukan jati dirinya selagi muda. Hijrah ke Singapura yang makmur pasca kerusuhan Mei 1998, selagi menjadi relawan bencana termasuk di Aceh dan Merapi, membuatnya bertanya-tanya tentang apakah kebenaran – yang tersirat di balik kesenjangan antara kemakmuran dan kesusahan.
Berbekal studi di bidang seni dan literatur, Kinez Riza pun belajar bahwa ia tak perlu memandang dunia secara hitam dan putih. Ia pun kemudian hijrah ke London untuk belajar di Chelsea College of Art and Design, dan London Metropolitan University. Di sanalah ia membeli kamera bekas pertamanya, dan menemukan fokus belajarnya. Ia bepergian dan melakukan residensi (menetap dan membuat karya seni dalam beberapa waktu) ke berbagai tempat, termasuk Kutub Utara dan Afrika Selatan sebagai bagian dari proses belajarnya.
Kinez Riza sendiri akhirnya kembali ke Indonesia pada 2010 dan mencoba memamerkan hasil jepretannya untuk pertama kali di D Gallerie. Respon positif membanjiri hasil karyanya, dan di titik itulah akhirnya Kinez Riza mengawali kariernya sebagai seniman di bidang fotografi. Baru-baru ini, ia menggelar pameran terbarunya di Ruci Art Space, Jakarta Selatan, yang bertajuk “Selubung Hening”.
Kepulangannya ke Indonesia justru menambah semangatnya untuk terus memotret, karena di sinilah ia dengan mudah menemukan beragam kepercayaan dalam lebih dari 300 suku di Indonesia. Salah satu pencapaian terbesarnya adalah memotret cap tangan manusia berusia 40.000 tahun di sebuah gua di daerah Maros, Sulawesi. Ia bahkan menulis pengalaman pribadinya melihat karya seni tersebut ke dalam sebuah surat yang sangat personal mengenai kemanusiaan.
Melalui fotografi, Kinez Riza perlahan menemukan jawaban di balik pertanyaan-pertanyaan yang mengusiknya saat remaja. Anak kita mungkin punya pertanyaannya sendiri, dan memotret – yang kini sangat mudah dilakukan – bisa menjadi kegiatan, kegemaran, bahkan cara anak menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya selama ini. Nah, Ayah Ibu ingin mencoba menantang anak untuk membuat bidikan kamera pertamanya?
Dengan apa anak Ayah Ibu menuturkan dan mengekspresikan cerita dan pengalaman sehari-harinya?
Dokumentasi oleh Detik Hot