Bagaimana Memilih Sekolah Apapun, Tanpa Kehilangan Gengsi?
Banyak ahli pendidikan menuntut orangtua memilih sekolah tanpa menggunakan gengsi. Bila gengsi adalah kebutuhan alami, maka tuntutan itu tidak realistis. Lalu bagaimana memilih sekolah apapun, tanpa kehilangan gengsi?
Gengsi bisa jadi faktor yang paling sering disalahkan dalam memilih sekolah. Pada satu sisi, banyak orangtua memilih sekolah berdasarkan gengsi. Pada sisi lain, para ahli pendidikan menuntut orangtua tidak menggunakan gengsi dalam memilih sekolah. Tapi apakah tuntutan para ahli tersebut realistis?
Dalam teori piramida kebutuhan Abraham Maslow (dipilih karena paling populer), manusia bertindak untuk memenuhi kebutuhan yang berjenjang. Dari bagian bawah hingga puncak piramida, berurutan kebutuhan fisiologis (makan, minum, rumah dll), rasa aman (keamanan, keteraturan, stabilitas dll), cinta dan rasa memiliki (afeksi, ikatan keluarga, kedekatan dll), penghargaan (gengsi, status, karier dll) dan aktualisasi diri (kreativitas, kemanusiaan dll).
Sebagian kecil masyarakat masih berkutat pada dua kebutuhan terbawah: kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Kelompok masyarakat ini cenderung pasrah dalam memilih sekolah, bahkan seringkali kesulitan memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Bagian masyarakat yang lebih kecil lagi berada pada puncak: aktualisasi. Kelompok masyarakat ini memilih sekolah sepenuhnya untuk mengembangkan potensi anak. Sekolah apapun, semahal apapun, tidak dipedulikan selama yakin sekolah tersebut bisa membantu anaknya tumbuh optimal.
Sementara sebagian besar masyarakat berada pada kebutuhan cinta & rasa memiliki dan penghargaan. Sudah terpenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, terutama kalangan menengah, tapi masih mencari pemenuhan dua kebutuhan di atasnya. Bagian terbesar masyarakat ini yang seringkali memilih sekolah berdasarkan gengsi. Sekolah sebagai bagian dari status sosial.
Dengan keadaan seperti ini tentu tidak masuk akal berharap masyarakat memilih sekolah dengan mengabaikan gengsi karena berarti mengabaikan atau melawan kebutuhan alaminya. Jadi kami pun tidak menyarankan Anda untuk mengabaikan gengsi Anda untuk memilih sekolah. Kami justru ingin membantu orangtua agar bisa memilih sekolah apa pun tanpa kehilangan gengsi. Penasaran?
Gengsi adalah harga diri. Semakin tinggi gengsi berarti semakin tinggi harga diri kita. Mari kita bicara tentang harga. Harga suatu barang menjadi tinggi ketika ada banyak permintaan sementara persediaan terbatas. Permintaan berkurang, harga menurun. Persediaan tak terbatas, tidak ada harganya. Siapa yang menentukan harga? Interaksi antara penjual dengan pembeli. Begitu juga dengan harga diri.
Dari mana harga diri berasal? Dari penilaian orang-orang di sekitar terhadap diri kita. Orang menilai berdasarkan sesuatu yang dianggap berharga karena keterbatasannya. Andai sekolah favorit jumlahnya tidak terbatas, pasti tidak ada harganya pula. Namun, karena kuota di sekolah favorit terbatas, maka nilainya melambung tinggi.
Kalau Anda memilih sekolah favorit dengan segala konsekuensinya (Baca: Cara Belajar Sekolah Favorit Ternyata Menimbulkan Dampak Negatif – Hasil Riset), maka urusan harga diri pasti sudah selesai. Tapi berapa banyak orangtua yang terselesaikan persoalan harga dirinya dalam memilih sekolah? Banyak sekali. Tips-tips ini ditujukan buat Anda yang belum selesai persoalan harga dirinya.
- Temukan keunikan (calon) sekolah anak Anda. Sebagaimana anak, setiap sekolah itu unik. Sering-sering berinteraksi dengan pihak sekolah dan anak agar Anda bisa menemukan keunikan suatu sekolah. Jangan cari hal-hal besar yang luar biasa, tapi temukan hal yang langka atau jarang ditemui. Ingat hukum permintaan dan persediaan harga. Apa pun yang unik pasti berharga. Contoh: tradisi makan siang bersama murid dan guru, kegemaran membaca murid, karya-karya murid, suasana kekeluargaan, letak sekolah di tepu sungai dan lain sebagainya. Carilah sebanyak mungkin.
- Mahirlah bercerita tentang (calon) sekolah anak Anda. Bila sudah menemukan hal unik, tugas berikutnya adalah mengemas keunikan tersebut menjadi cerita yang luar biasa. Kumpulkan cerita dan pengalaman terkait dengan keunikan tersebut. Mengapa cerita? Karena orang mendengarkan cerita, bukan sekedar keunikannya. Anda ingat cerita David & Goliath? David yang bertubuh kecil bisa mengalahkan Golliath yang bertubuh besar. Banyak orang bertubuh kecil mengalahkan orang bertubuh besar tapi tidak diingat orang. David dan Goliath diingat karena orang mengingat cerita. Ceritakan cerita unik tersebut dengan cara yang tidak biasa, penuh semangat dan seolah-olah hanya terjadi di (calon) sekolah anak Anda.
- Cari dan berteman dengan orangtua yang senilai. Sembari menceritakan cerita unik ke semua orang, temukan orangtua lain yang senilai, mempunyai keyakinan yang sama dengan Anda. Selain pendengar yang baik atas cerita Anda, mereka juga sumber cerita yang kaya. Jadi Anda bisa mendapat pendengar sekaligus berkelimpahan cerita. Anda selalu punya cerita menarik tentang (calon) sekolah anak Anda di pertemuan kantor atau pertemuan keluarga.
- Berdaya dan berkontribusilah pada (calon) sekolah anak Anda. Pastikan Anda tidak kehabisan cerita dengan memilih menjadi berdaya dan berkontribusi pada (calon) sekolah anak Anda. Kontribusi bisa dalam bentuk apa pun, tidak harus uang. Misal, Anda punya keahlian meracik kopi. Ada banyak hal yang bisa Anda lakukan tanpa harus menyumbang uang. Buatlah kegiatan (event) meracik kopik untuk menggalang bantuan buku pada sekolah. Minta pada sekolah sebuah sesi buat Anda berbagi kisah profesi peracik kopi. Membuat racikan kopi buat guru dan kepala sekolah juga bisa. Jadi lah kreaatif!
Itu 4 tips dari kami agar Anda bisa memilih sekolah apa pun tanpa kehilangan gengsi. Bahkan, Anda bisa dapat gengsi yang jauh lebih besar dan menarik dibandingkan orangtua yang memilih sekolah favorit *eh
Anda punya ide lain untuk memilih sekolah apa pun tanpa kehilangan gengsi? Tuliskan di kolom komentar agar bisa dibaca orangtua lain yang senilai 🙂
Sumber foto: Flickr