Temukan Rahasianya, Belajar Calistung ala Ki Hajar Dewantara dengan 4 Langkah
Belajar calistung pada anak usia dini jadi perdebatan panjang di kalangan orangtua dan sekolah. Yuk pelajari tips belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara.
Banyak TK, tempat les maupun orangtua yang menggunakan cara belajar calistung dengan menuntut anak mengerjakan lembar soal (worksheet). Cara belajar calistung yang membosankan bagi anak. Karena membosankan, guru dan orangtua harus memaksa anak belajar. Akibatnya, anak stres dan pada akhirnya anak benci belajar. Pada akhirnya, cara belajar calistung yang memaksa itu membuat anak bisa calistung, tapi tidak gemar calistung. Anak bisa membaca, tapi tidak gemar membaca. Cara belajar calistung yang memaksa ini merupakan cerminan pendidikan menanamkan.
Ki Hajar Dewantara mengkritik pendidikan menanamkan seperti itu. Beliau mengkritik kecenderungan orangtua yang memaksa anak untuk belajar calistung. Ya ternyata kontroversi mengenai calistung bukan hal baru. Kita saja yang enggan belajar. Bagi beliau, pendidikan itu menuntun tumbuh kembangkan potensi anak, pendidikan menumbuhkan. Pendidikan itu bukan mencekoki pengetahuan pada anak, tapi menstimulasi anak untuk berpikir dan menemukan pengetahuan itu. Bagaimana aplikasinya dalam belajar calistung?
Dalam acara Mata Najwa edisi Belajar dari Ki Hajar Dewantara, cucu beliau Ibu Ganawati menceritakan cara belajar calistung bersama kakeknya. Para cucu tidak diajari calistung di dalam ruangan. Ki Hajar Dewantara justru mengajak para cucu bermain ke taman. Di taman, beliau bertanya mengenai jumlah masing-masing jenis bunga yang ada di taman itu. Keesokan harinya, mereka ke taman lagi dan Ki Hajar Dewantara mengajak cucu untuk menghitung ulang (Simak lengkapnya di video di bawah ini).
Posted by Anak Bukan Kertas Kosong on Tuesday, December 15, 2015
Luar biasa bukan?!
Ki Hajar Dewantara bukan hanya pemikir yang melampui jamannya, tapi juga pendidik yang mempraktikkan pemikirannya. Ajaran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan menumbuhkan ini yang saya tuliskan di buku Anak Bukan Kertas Kosong. Salah satu bab dalam buku tersebut berjudul Belajar Seasyik Bermain, bagaimana anak belajar seasyik bermain. Anak belajar karena suka, bukan karena dipaksa. Model belajar dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong selaras dengan cara belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara.
Anda tertarik? Silahkan baca dan pelajari 4 langkah Belajar Calistung ala Ki Hajar Dewantara ini
- Rasa ingin tahu. Awali belajar dengan memancing keingintahuan anak. Anak usia dini, sesuai tahap perkembangannya, punya keingintahuan yang besar terhadap obyek atau benda yang dapat dilihat dan disentuh. Ki Hajar Dewantara mengajar bukan dengan tulisan dan duduk diam di kelas, tapi mengajak anak melihat bunga di taman. Anda bisa menggunakan benda yang lainnya, selama itu memancing rasa ingin tahu anak.
- Kesempatan belajar. Ketika ada orang dewasa yang sok tahu mengenai segala hal, maka anak menjadi kehilangan ketertarikannya. Anak pun malas belajar. Karena itu, Ki Hajar Dewantara bukan menjelaskan jumlah bunga ke cucunya. Beliau justru bertanya. Apa pentingnya bertanya pada anak yang belum bisa berhitung? Penting sekali! Dengan bertanya, Ki Hajar Dewantara sebenarnya sedang memberikan kesempatan belajar pada cucunya. Apa itu kesempatan belajar? Kesempatan buat anak untuk berpikir sendiri, kesempatan untuk berbuat keliru, kesempatan untuk memperbaiki kekeliruannya.
- Pengalaman seru. Belajar jadi seru ketika tantangan belajar sedikit di atas kemampuan anak. Tantangan yang tidak terlalu mudah, tapi juga tidak terlalu sulit. Awalnya anak diajak menghadapi tantangan belajar yang mudah, kemudian perlahan menghadapi tantangan yang lebih sulit. Pengalaman seru itu yang dirasakan pada cucu ketika diajak kembali ke taman untuk menghitung ulang jumlah bunga. Ada misteri, ada rasa ingin tahu pada anak.
- Kebermaknaan. Proses belajar harus membuat anak merasa penting. Belajar menggunakan benda atau obyek yang ada di sekitar anak membuat anak merasa penting. Ia mempunyai kesempatan menjelaskan benda atau obyek itu ke teman, saudara atau orangtua. Karena itu, lebih bermakna bagi anak belajar mengeja nama sendiri, nama orangtua, nama teman yang disukai, nama benda yang dirumah, dibandingkan mengeja nama atau benda yang ada di lembar soal (worksheet).
Sangat mudah bukan? Pendidikan menumbuhkan membuat setiap tempat adalah tempat belajar, setiap waktu adalah waktu belajar. Belajar bisa di mana saja, kapan saja. Terlebih bagi kita yang tinggal di Indonesia dengan alam yang luar biasa beragam. Kita seharusnya menjadi bangsa gemar belajar karena hidup di ruang belajar raksasa. Buang lembar soal! Ajak anak belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara. Belajar di rumah, di sekolah, di taman, di mana saja.
Apakah ayah ibu sudah pernah mencoba cara belajar calistung sebagaimana yang diajarkan Ki Hajar Dewantara? Ceritakan di komentar ya
Pelajari Belajar Seasyik Bermain, dapatkan Buku Anak Bukan Kertas Kosong di Buku.TemanTakita.com
Sumber foto: Flikr
Mantap……
saya mengajari hasan melalui nyanyian cerita dan bermain di alam karna saya juga percaya belajar dengan kegiatan menyenangkan akan membuka pikiran anak sehingga anak mudah menyerap informasi apalagi hasan anak yg sangat aktif dan tubuhnya selalu ingin bergerak
Karena kami tidak punya taman, maka kami memainkan mainan yang ada. Menghitung baterai mainan, mencari yg hilang dan menghitung yg tersisa, menghitung telur di kulkas, menghitung bakso, menghitung jumlah huruf dari judul makanan di warung, menghitung sandal, menghitung lampu lalu lintas, dll. Kurang lebih sudah menyerupai bapak pendidikan kita. Karena memang saya meniru beliau. Memang efeknya luar biasa. Untungnya saya melakukan ini dg dasar supaya anak saya bahagia dengan semuanya itu. Jika sebelum usia 4 th anak saya sudah pandai calistung itu karena Tuhan yang memberikan bonusnya. Daaaannn… Anak saya bahagia bukan karena bisa calistungnya, tapi bahagia karena “teka-tekinya” bisa terjawab. Ternyata “jumlah” dan “huruf-huruf” itu adalah teka-teki baginya. Jika sudah terpecahkan, entah salah entah benar, ia akan tetap bahagia dan tentu saja di lain kesempatan ia mencoba untuk tidak salah lagi walaupun pernah salah lagi. Heheheheh… Yg penting dia bahagia, bukan? Bagus sekali jika betul-betul dipraktekan para guru dan orang tua.