Tak Sempat Pergi Berlibur? Gunakan Google Institut Budaya
Bakat Anak – Anda tidak punya waktu pergi berlibur bersama anak? Google Institut Budaya bisa menjadi jawaban buat Anda.
Berlibur memang menyenangkan dan selalu dinanti. Namun siapa sangka kalau waktu berlibur anak – terutama yang sudah sekolah – dan orangtuanya sulit dicocokkan? Memang, butuh sedikit usaha meluangkan waktu untuk berlibur bersama anak. Namun, saat waktu tersebut belum tiba, Google Institut Budaya, atau Google Cultural Institute, bisa menjadi alternatif pergi berlibur buat keluarga anda.
Penjelajahan virtual
Ya, Google Institut Budaya adalah sebuah proyek Google untuk menghadirkan berbagai kebudayaan dunia langsung di perangkat Anda secara gratis, dengan menggunakan koneksi internet. Penjelajahan virtual yang dimaksudkan agar mereka yang belum berkesempatan mengunjungi suatu lokasi budaya, dapat mengaksesnya terlebih dahulu melalui proyek institut budaya ini. Menggunakan Google Institut Budaya bisa menjadi alternatif pergi berlibur buat keluarga anda.
Sebelumnya, terdapat Encarta, sebuah produk berbasis ensiklopedia dari Microsoft, yang juga menyediakan pengalaman penjelajahan virtual – tidak hanya ke masa kini, namun juga ke masa lalu, seperti berbagai situs sejarah saat masih hidup. Namun Encarta ditutup setelah terkalahkan oleh Wikipedia, produk yang sama namun bisa diakses secara gratis oleh penggunanya.
Berawal dari inisiatif Google Art Project yang diluncurkan pada 2011, Google Institut Budayadibuka pada tahun yang sama, dan selain pameran karya seni, institut budaya ini mulai mengusahakan berbagai kerja sama dengan museum maupun pengelola situs sejarah agar tempat-tempat ini dapat kita ‘kunjungi’ dari mana saja. Tinggal ajak anak-anak duduk bareng, pilih dan tonton!
Sumber pengetahuan interaktif
Teruntuk yang punya rasa penasaran akan budaya, ujar Google dalam laman Tentang Google Institut Budaya. Google Institut Budaya mengajak kita semua, Ayah Ibu dan anak Anda, untuk mengakses sumber pengetahuan interaktif yang mereka sediakan. Menggunakan berbagai foto asli, keluarga Anda bisa seolah-olah sedang berlibur dengan berjalan-jalan di kawasan Borobudur. Ada pula pameran Kain Nusantara yang baru-baru saja diunggah Google bersamaan dengan peringatan Hari Batik Nasional. Seru, ya?
Mengapa sumber pengetahuan interaktif? Di Google Institut Budaya, anak tidak hanya sekadar membaca teks dengan sedikit gambar yang mungkin tampak membosankan di buku pelajaran sejarahnya, namun dapat menikmati ulasan baik berupa video maupun gambar, ditambah penjelajahan virtual yang memukau. Keluarga Anda bisa memilih ke mana ingin berkunjung, dan bagian mana yang ingin diketahui. Anak bahkan bisa menyimpan foto atau karya seni yang disukai sebagai koleksi pribadi.
Menurut James Paul Gee, profesor studi literasi di Arizona State University, sumber pengetahuan interaktif yang disediakan teknologi modern memungkinkan anak untuk ‘terjun langsung’ ke dalam konteks belajar mereka. Anak bisa mencoba hal-hal yang ingin mereka ketahui, selagi belajar menguasai teknologi tersebut. Hal serupa disediakan oleh Google Cultural Institute, yang membuat belajar lebih menyenangkan, dan membuat budaya lebih menarik untuk dipelajari!
…dan tentunya, belajar bersama keluarga
Tentu, Google Institut Budaya memang tidak menggantikan pengalaman nyata saat anak bisa berkunjung langsung ke museum atau situs budaya yang mereka inginkan. Namun, penggunaan institut budaya ini tetap bisa membuat anak bisa tetap belajar bersama keluarganya, seperti apabila anak pergi berlibur dan bertamasya bersama orangtua dan saudaranya.
Dalam mengakses laman Google Institut Budaya, Ayah Ibu bisa berunding atau langsung menantang anak untuk menjadi juru mudinya. Artinya, Anda memberikan kesempatan bagi anak untuk menelusuri apa yang ingin ia ketahui sepenuhnya. Biarkan anak mencoba memilih, memutar video, atau mengarahkan penjelajahan virtual keluarga Anda – bahkan bisa jadi anak nantinya mengajari Anda bagaimana menggunakan Google Institut Budaya!
Jadi, sedikit waktu bepergian bukan alasan untuk tidak berlibur dan belajar bersama anak. Setuju?
Foto oleh Kamal Zharif Kamaludin