#AkuBisa Kreatif, Bekal Anak jadi Desainer Kelas Dunia
Bakat Anak – Apakah anak sering tidak percaya diri untuk berkarya?
#AkuBisa! Itulah seruan yang diteriakkan empat ratusan orang di Graha Utama Lantai 3, Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sebuah seruan sekaligus keyakinan bahwa setiap anak cakap dan layak mendapatkan kesempatan untuk secara kreatif menggagas dunia. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana agar anak meyakini #AkuBisa dalam diri mereka?
Dalam usia-usia awal perkembangan mereka, kita sebagai orangtua dengan mudah melihat anak sebagai sosok yang keren dan kreatif. Ada saja ide baru yang dicoba anak dalam berbagai kegiatan tiap harinya. Ayah Ibu dibuat takjub dengan berbagai pertanyaan maupun hasil karya yang anak buat di rumah. Namun seiring waktu, momen-momen kreatif yang ditunjukkan anak perlahan luntur. Apa yang terjadi?
Anda mungkin pernah mendapati saat-saat anak mengerjakan suatu tugas dengan cara yang berbeda dengan yang diajarkan guru maupun buku paketnya. Pekerjaan anak tepat dan hasilnya bagus, namun karena tidak sesuai dengan cara yang ‘diharuskan’, anak dianggap salah. Anak yang awalnya meyakini #AkuBisa, pulang dengan keyakinan lain, bahwa ia ternyata tidak bisa. Ia tidak boleh menggunakan caranya sendiri; cara orang dewasalah yang tepat.
David Kelley, pendiri IDEO, perusahaan yang bergerak di bidang berpikir desain, menceritakan pengalaman lain dalam paparannya di TED. Saat ia duduk di bangku kelas 3 SD, sahabat karibnya, Brian, sedang asyik mengerjakan projek membuat kuda dari plastisin. Seorang kawan yang mendekati Brian dan melihat hasil karyanya berkomentar, “Wah, kok jelek? Nggak ada mirip-miripnya sama kuda.” Apa yang terjadi? Brian membuang kuda buatannya dan sejak saat itu, David Kelley tak pernah lagi melihat sahabatnya berkarya.
Saat usaha anak untuk menjadi kreatif dengan mudahnya dijatuhkan atas nama nilai atau pendapat orang dewasa, saat itulah anak ragu apakah ia benar-benar cakap. Apakah #AkuBisa? Anak kemudian bertumbuh dengan berbagai kekhawatiran atas bagaimana orang lain menilai hasil belajarnya. Anak yang sebenarnya memesona, kemudian redup seketika ‘dihakimi’. Anak kemudian akhirnya memilih cara-cara aman, cara-cara yang dilakukan oleh sebagian besar orang, agar ia tak lagi disalahkan dan dianggap gagal.
Ide Solutif Anak, Lahirnya dari Empati
Taman Gagasan Anak, Siap Tularkan Virus #AkuBisa di Indonesia
Inilah Cara Sederhana yang Membuat Anak Anda Melakukan Perubahan
Pertemuan David Kelley dengan Albert Bandura, seorang psikolog ternama yang dikenal dengan teori belajar sosial, menginspirasinya untuk melahirkan kembali kepercayaan diri seseorang bahwa ia kreatif. Dalam salah satu eksperimen Bandura, ia membantu orang-orang untuk melampaui fobia ular dengan perlahan-lahan berinteraksi dengan objek ketakutan mereka. Awalnya mereka diajak melihat ular di sebuah ruangan dari cermin dua arah. Setelah cukup nyaman, mereka diajak melihat ular dari pintu yang terbuka, lalu melihat orang lain memegang ular tersebut, memegang sendiri ular dengan sarung tangan, sampai orang-orang ini akhirnya berani memegang ular dengan tangan kosong.
Proses yang perlahan-lahan ini disebut Bandura sebagai guided mastery, atau keahlian terpandu. Saat orang-orang berhasil melampaui fobianya, ternyata dampaknya tak berhenti di situ saja. Orang-orang ini berhasil mengatasi berbagai kekhawatiran lain di hidup mereka, karena mereka telah kembali memiliki rasa percaya diri untuk melakukan sesuatu yang awalnya mencemaskan. Sebuah keyakinan pun terlahir kembali, bahwa #AkuBisa, yang kemudian oleh David Kelley diadaptasi dengan nama creative confidence.
Bagaimana anak bisa meraih kembali creative confidence mereka, dan yakin bahwa mereka pun punya solusi kreatif dalam menyelesaikan masalah di sekeliling mereka? Jawabannya tentu saja adalah dengan memberikan anak kesempatan-kesempatan baru. Kesempatan yang mengizinkan anak untuk menggagas dan melontarkan ide-idenya – perlahan-lahan – tanpa khawatir bahwa ia akan dinilai, dan memang tanpa satupun penilaian yang menjatuhkan.
Creative confidence inilah yang kemudian ditekankan dalam berpikir desain – metodologi yang juga digunakan Kiran Bir Sethi dalam menggagas Design for Change – agar anak kembali percaya dengan kemampuan mereka. Ide anak mungkin tidak selalu tepat, dan tidak selalu berhasil, namun dalam berpikir desain, hal tersebut dibolehkan: anak berhak salah, dan anak berhak memperbaiki. Tanpa kecemasan bahwa anak akan dihakimi, saya percaya bahwa anak bisa menemukan kembali kreativitasnya, dan meyakini #AkuBisa.
Apa tips Ayah Ibu dalam memandu anak mengembalikan kepercayaan dirinya?
Foto oleh Fery Indrawan