Frozen, Begitulah Ketika Bakat Anak Disembunyikan
Film Frozen memang sebuah film anak, tapi film ini menyimpan sebuah kisah mengenai bakat anak, bakat anak yang disembunyikan. Apa yang terjadi?
Film Frozen banyak memikat anak dan orang tua buat menyaksikannya. Bahkan lagu tema film tersebut, Let It Go sudah diadaptasi ke dalam beragam bahasa, baik yang resmi maupun inisiatif sendiri. Mengapa Frozen begitu populer? Bukan hanya keindahan animasi dan musiknya. Jalan cerita Frozen mewakili suara hati anak yang selama ini terpendam. Judul Frozen sendiri menggambarkan kondisi puncak persoalan yang dihadapi dan diselesaikan para tokohnya.
Alkisah di sebuah istana, dua orang putri, Elsa, sang kakak dan Anna hidup bahagia di sebuah istana. Selayaknya saudara, mereka senang bermain bersama. Elsa mempunyai sebuah kekuatan langka, bisa mengendalikan salju, yang membuat permainan mereka menjadi permainan yang seru dan menarik.
Sebagaimana bakat pada anak-anak lain, kekuatan Elsa pada saat kecil adalah sebuah kegembiraan. Elsa bisa memainkan sesuka hatinya. Kegembiraan yang dalam film Frozen disimbolisasi oleh sosok Olaf, manusia salju yang selalu ceria. Tapi sekali kekuatan itu melukai adiknya, orang tua pun khawatir akan bahaya kekuatan yang dimiliki Elsa.
Orang tua mereka kemudian mengisolasi Elsa dari dunia luar bahkan dari adiknya sendiri. Orang tuanya melarang Elsa mengekspresikan kekuatan itu dengan memintanya menggunakan sarung tangan. Dan berharap suatu saat nan Elsa bisa mengelola kekuatan dengan sendirinya.
Istana yang diisolasi dari dunia luar membuat Anna tidak punya teman bermain kecuali kakaknya. Sang adik sebagaimana biasa mengajak kakaknya untuk bermain bersama. Ajakan Anna digambarkan melalui lagu ”Do you want to build snowman”, sebuah lagu ceria sekaligus getir. Ajakan Anna untuk bermain ditolak oleh Elisa berkali-kali, bahkan bertahun-tahun kemudian tetap ditolak.
Ditengah relasi adik kakak yang terasing itu, kedua orang tuanya meninggal pada sebuah badai di lautan. Orang-orang istana menjaga keadaan sebagaimana yang diperintahkan oleh raja dan ratu sebelum meninggal. Sampai suatu hari istana dibuka untuk masyarakat luas demi melaksanakan pengukuhan Elsa sebagai Ratu baru.
Elsa yang sedari kecil sudah memandang kekuatannya sebagai kutukan begitu khawatir kekuatannya akan muncul sewaktu-waktu. Kejadian pertama ke ka harus melepas sarung tangannya untuk memegang panji-panji kerajaan berhasil dilalui Elsa. Tapi ketika Anna terus menerus mendesak dan membuat kesal, Elsa pun lepas kendali hingga mengeluarkan kekuatannya.
Kekuatan Elsa menjadi-jadi hingga menjadi bahan tontonan dan bahkan menimbulkan kemarahan orang-orang karena dianggap membahayakan. Elsa pun kemudian melarikan diri dari istana, menyeberangi teluk, menembus hutan hingga mendaki gunung. Pada titik itulah, Elsa merasakan bebannya berkurang. Ia pun menyanyikan lagu Let It Go, sebuah lagu yang menyuarakan jeritan ha seorang anak. Lagu yang menyampaikan pesan, biarkan aku menjadi diriku sendiri.
Elsa yang tidak pernah belajar mengelola kekuatannya seolah mendapat kebebasan. Ia menggunakan kekuatannya tak terkendali. Kekuatan tak terkendali itu dalam film Frozen disimbolisasikan sosok Marshmallow salju raksasa yang membenci dunia. Sampai pada puncaknya, kekuatan tak terkendali membuat inti salju melukai jantung Anna.
Apakah ayah ibu sudah mendapat gambaran dari secuplik kisah Frozen tersebut? Apa dampaknya ke tika bakat anak disembunyikan ?
Kebanyakan orang tua mengelola bakat anak seperti orang tua Elsa dan Anna dalam film Frozen: mengisolasi dan melarang anak mengekspresikan kekuatannya. Anak berkali-kali menerima berbagai larangan dari orang tua seperti dilarang lari, dilarang menggambar, dilarang menyanyi, dilarang bermain. Anak pun diisolasi dari dunia luar agar dunia dak mengetahui kekuatan anak. Karena bila tahu, dunia bisa memandang anak-anak sebagai anak yang aneh.
Don’t let them in, don’t let them see
Be the good girl you always have to be
Conceal, don’t feel, don’t let them know
Well now they know
Anak dituntut berlaku sebagai anak normal, seperti anak kebanyakan. Lihat bagaimana orang tua yang sibuk mendandani anaknya ketika akan pentas, begitu sempurna hingga sisi anak-anaknya pun sama sekali tak terlihat. Sebagaimana orang tua Elsa dalam film Frozen yang meminta Elsa mengenakan sarung tangan agar terlihat baik-baik saja.
Padahal secara alami, setiap anak unik. Tidak ada anak ”normal”, yang ada adalah anak unik yang ”dinormalkan”. Apa yang terjadi ketika anak ”dinormalkan”?
Lebih dari sekedar bakat anak tidak berkembang, ketika bakat anak disembunyikan, anak akan merasa tertekan. Hati kecilnya menjerit, meminta kesempatan untuk jadi dirinya sendiri. Bahkan disembunyikan pada batasan ekstrim, bakat anak justru bisa melahirkan ekspresi yang negatif dan tidak terkendali.
Ada banyak anak yang merana karena diabaikan bakatnya oleh orang tua. Andai kita bisa mendengarkan suara ha anak, kita akan mendengarkan lagu Let It Go mengalun tanpa henti dari berbagai sudut…….
Let it go, let it go
And I’ll rise like the break of dawn Let it go, let it go
That perfect girl is gone
Here I stand in the light of day
Let the storm rage on,
The cold never bothered me anyway
Ketika tidak berani menjadi dirinya sendiri, anak pun akan kesulitan dalam membangun relasi sosial yang sehat. Ia ibarat kayu yang hanyut di sungai, ikut kemana arus sosial membawanya. Ia melakukan aktivitas bukan aktivitas yang sesuai dengan dirinya, tapi hanya yang diterima oleh lingkungan sosialnya. Lebih jauh lagi, bakat anak yang disembunyikan tidak bisa berkembang karena bakat anak berkembang butuh kesempatan belajar seluas-luasnya.
Simbolisasi mengenai ekspresi bakat adalam film Frozen digambarkan oleh dua sosok, Olaf dan Marshmallow. Keduanya menjadi simbol dari jiwa anak-anak dalam film Frozen tersebut. Olaf adalah sosok yang ceria dan imajinatif, yang menggambarkan keadaan jiwa ketika bakat anak diakui, diberi kesempatan dan diapresiasi. Marshmallow adalah sosok pemarah dan tak terkendali, yang menggambarkan ke ka bakat anak disangkal, disembunyikan dan dianggap memalukan. Penulis cerita Frozen seolah mengatakan, pilihlah simbol pilihanmu. Iya, pilihan ada di tangan kita, ditangan orangtua, apakah bakat anak akan menjadi Olaf atau menjadi Marshmallow.
Bakat anak adalah anugerah sekaligus kutukan, tergantung bagaimana orang tua menyikapinya. Apa yang terjadi ketika bakat anak disembunyikan? Anak menjadi terasing dari dirinya, dari lingkungan dan dari pekerjaannya. Dan sesungguhnya tidak ada orang tua yang bahagia melihat anaknya terasing seperti itu. Orang tua bahagia melihat anak bahagia. Anak bahagia ketika menjadi dirinya sendiri, bangga dengan bakat yang dimilikinya.
Mari belajar untuk mengakui dan menghargai bakat anak.
Saya pernah tulis ttg Elsa dan Anna ini di blog saya (http://mariskova.com/2015/04/26/why-they-want-to-be-elsa/). Menurut saya kadang orang tua bermaksud baik namun salah aplikasi karena melihat dunia dari kacamata kecemasan orang tua. Btw, jagowan saya Anna -kecuali saat dia kesengsem dengan Prince Hans 🙂