Hari Anak: 3 Hal yang Selama ini Diinginkan Anak
Bakat Anak – Bagaimana Hari Anak dapat bermakna dalam keluarga?
Indonesia, setidaknya mengenal dua hari terkait anggota keluarga yang diperingati secara nasional: Hari Ibu dan Hari Anak. Belakangan, meskipun tidak resmi memiliki Hari Ayah, yang satu ini pun juga mulai semarak dibicarakan dalam masyarakat. Tentu saja, hari-hari spesial ini kadang diperingati kadang tidak, atau bahkan sekadar menghiasi kalender kita.
Pertanyaannya adalah, bagaimana Hari Anak bisa berdampak dalam keluarga Ayah Ibu?
Secara praktis, Hari Anak sebagai hari peringatan berfungsi sebagai pengingat, bahwa kita hidup bersama anak-anak, pernah menjadi anak-anak, dan kini sebagai orangtua kita mengasuh mereka. Namun kadang, sebagai orangtua kita tidak memperlakukan anak sebagaimana kita ingin diperlakukan saat masih kecil dulu. Agaknya, menjadi orangtua menjadikan kita lupa bagaimana rasanya menjadi seorang anak.
Mungkin, karena sudah menjalani kehidupan selama puluhan tahun, sebagai orangtua kita merasa berpengalaman – lebih berpengalaman dari seorang anak berusia 4 tahun. Kita merasa tahu pengalaman bersekolah, sulitnya berebut bangku kuliah, dan sulitnya mencari kerja. Oleh karena itu, sebagai orangtua, kita mungkin berulangkali menasihati anak, memberitahu jalan terbaik versi kita yang harus diikuti oleh mereka, dan seterusnya. Hal tersebut dilakukan tanpa menyadari bahwa anak bukanlah duplikat orangtua, apalagi kertas kosong yang dengan mudah kita bubuhi ego orangtua.
Bagaimanapun juga, seperti yang telah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, anak terlahir sebagai benih, yang memiliki kapasitas bawaan sebagai makhluk hidup. Benih tersebut, bisa jadi memiliki persamaan sekaligus perbedaan dengan orangtuanya. Oleh karena itu, di Hari Anak Nasional ini kita berkesempatan untuk mengingat kembali bagaimana rasanya menjadi seorang anak. Dan kini anak-anak kita pun punya perasaan yang serupa.
Tidak ada salahnya untuk mengetahui 3 hal yang dulu kita inginkan sebagai anak – dan apa yang sekarang diinginkan oleh anak kita. Apa saja ya, Ayah Ibu?
Didengarkan
Tentu, saat berefleksi tentang Hari Anak, layaknya semua orangtua kita ingin anak kita bahagia. Namun, sebagai seorang manusia, anak juga punya suara. Seringkali orangtua lebih lantang menyuarakan pendapatnya sebelum anak sempat mengungkapkan keinginannya. Dengan mendengarkan suara anak, Ayah Ibu dapat memahami bahwa anak – yang merupakan benih kehidupan yang unik – memiliki minat, rasa ingin tahu, dan harapannya sendiri, yang bisa jadi berbeda dengan orangtua. Oleh karena itu, bagaimana jika mulai saat ini sesi mengobrol dengan anak diawali dengan mendengarkan suara mereka?
Diapresiasi
Saking seringnya fokus pada kesalahan dan kekurangan anak, orangtua luput pada kekuatan dan keberhasilan anak. Entah mengapa kita lebih peka pada nilai merah di rapor anak ketimbang nilai bagus yang bersanding dengannya. Seperti halnya manusia yang lain – termasuk kita sebagai orangtua – anak pasti punya kekurangan, namun juga kekuatan. Tidak sekadar mengoreksi tindakan anak, namun mengapresiasi usahanya, membuat anak merasa berharga sebagai manusia. Saat anak tahu usahanya dihargai, anak akan lebih percaya diri untuk meningkatkan kemampuannya.
Sudahkah Anak Merdeka atas Paksaan Belajar?
15 Pertanyaan Keren ini perlu Anda Ajukan pada Guru
#AkuBisa Kreatif, Bekal Anak jadi Desainer Kelas Dunia
Diberi pilihan
Memberi pilihan pada anak mungkin menjadi hal tersulit yang dilakukan oleh para orangtua, karena mungkin kita yakin bahwa pilihan yang kita sodorkan pada anak adalah hal terbaik bagi mereka. Saat kita mau belajar mendengarkan mereka, kita akan memahami bahwa anak memiliki jalan hidupnya sendiri, termasuk dalam hal yang diminati, sampai arah kariernya. Memberikan pilihan kepada anak berarti memberi kepercayaan kepadanya, sekaligus mengajar anak untuk berkomitmen atas pilihannya. Selain itu, anak yang menekuni suatu hal atas pilihannya sendiri mencerminkan dorongan belajar yang datang dari dirinya sendiri, bukan paksaan dari Ayah Ibu.
Apa pengalaman Ayah Ibu dalam mendengarkan, mengapresiasi, dan memberikan pilihan pada anak?
Foto oleh Cuncun Wijaya