Hari Keluarga Nasional: Sudahkah Anak Tumbuh dengan Bahagia?
Bakat Anak – Apakah Ayah Ibu tahu tentang Hari Keluarga Nasional?
Tanggal 29 Juni ini bangsa Indonesia memperingati Hari Keluarga Nasional, lho. Secara nasional, kita sudah punya hari spesial untuk anak dan ibu, namun mungkin hari yang satu ini kurang akrab di telinga kita.
Hari Keluarga, atau tepatnya Hari Keluarga Nasional, sebenarnya diresmikan mengiringi pendirian BKKBN dan program KB pada 29 Juni 1970. Tentu kita semua tahu mengapa program KB dicanangkan pemerintah Orde Baru saat itu. Selain menekan laju pertambahan penduduk, dengan jumlah keluarga inti yang cukup, diharapkan kesejahteraan keluarga dapat meningkat secara signifikan.
Tentu saja, perspektif KB menyiratkan pengentasan permasalahan ekonomi yang rentan dihadapi keluarga yang memiliki banyak anak. Semakin sedikit anak, orangtua dapat mengoptimalkan nafkah yang didapat untuk tumbuh kembang anak dalam berbagai bidang: pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pun demikian, selalu ada tantangan dalam mengupayakan tumbuh kembang anak yang optimal – berapapun jumlah anak yang dianugerahkan Tuhan pada kita – dalam keluarga.
Contoh sederhana saja, saat KB menjadi salah satu program pengentasan kemiskinan, Bukik Setiawan telah menunjukkan dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong bahwa kelimpahan – dalam hal finansial, sebagai kebalikan dari kemiskinan – membawa tantangan tersendiri untuk keluarga kita saat ini.
Dalam kemiskinan, ada nilai “makan atau tidak, yang penting kumpul” yang menyiratkan kuatnya ikatan dalam keluarga. Dalam kelimpahan, meja makan lebih sering digunakan sebagai “tempat menaruh makanan”. Obrolan yang harusnya dipertukarkan antaranggota keluarga sembari makan, justru dipertukarkan melalui gawai (gadget) yang sibuk dimainkan masing-masing. Entah dengan siapa dan ke mana.
Ed Diener, seorang peneliti yang menekuni topik kesejahteraan subjektif (subjective well-being) sendiri mengungkapkan bahwa semakin tinggi penghasilan seseorang memiliki korelasi yang kian kecil dengan kepuasan hidupnya. Oleh sebab itu, kelimpahan bukanlah satu-satunya hal yang berdampak pada kebahagiaan anak dan kita sebagai orangtua dalam keluarga. Daniel Pink menyebutkan, dalam masa kelimpahan orang tak sekadar terpaku pada uang agar dapat bahagia, namun bagaimana ia dapat beraktualisasi diri.
Itulah sebabnya, anak tak akan merasa cukup saat hanya mendapatkan fasilitas dari orangtuanya. Anak butuh didengarkan, anak butuh kesempatan bertanya pada orangtuanya. Kebutuhan tersebut didapatkan anak, saat kita sebagai orangtua mulai mendengarkan dan bertanya kepada mereka. Tak lagi menyuruh atau sekadar memberikan fasilitas tanpa memahami kekuatan dan jati diri anak.
7 Tips Mengajukan Pertanyaan Keren pada Anak Sepulang Sekolah
Mari Bercerita, karena Kisah Kita Istimewa
15 Pertanyaan Keren ini perlu Anda Ajukan pada Guru
Latihan bertanya dan mendengarkan di dalam keluarga membuat baik anak maupun orangtua mampu memahami harapan satu sama lain. Saat orangtua mampu memandu anak mengikatkan kekuatan dan harapannya, di titik itulah anak akan tumbuh dan berkembang secara alami, menjadi diri sendiri yang otentik. Anak akan belajar menggunakan dan mengembangkan kekuatan dan bakatnya untuk meraih harapannya. Inilah salah satu wajah pendidikan yang menumbuhkan – baik bakat maupun kebahagiaan anak, serta keluarga.
Semoga Hari Keluarga Nasional dapat menjadi pengingat bagi semua Ayah Ibu di Indonesia. Selamat Hari Keluarga Nasional!
Apa perubahan pertama yang Ayah Ibu hendak lakukan bersama anak untuk menciptakan kebahagiaan dalam keluarga?
Foto oleh Jake Stimpson