Terpanggil Bernyanyi Keroncong, Intan Soekotjo terus Belajar
Bakat Anak – Bagaimana sebuah kegemaran akan budaya tradisional menjadi panggilan hidup?
Beberapa orangtua berusaha meyakinkan anak bahwa profesi mereka layak diteruskan oleh sang anak. Apapun alasannya: berbasis ekonomi, prestise, atau ketidakpuasan di masa lalu sehingga orangtua berharap anak bisa meraih prestasi lebih tinggi di jalur karier yang sama dengan orangtuanya.
Sayangnya, hal tersebut tak pernah dikomunikasikan pada anak dengan baik – lebih seringnya, dipaksakan. Anak hanya menyaksikan kesibukan ayah dan ibunya, sampai saat mereka dihadapkan pada berbagai pilihan untuk belajar berkelanjutan, kedua orangtua tiba-tiba menepuk pundak sang anak. “Nak, kamu kuliah kayak Papa Mama dulu, ya.” Anak sendiri tak tahu apa asyiknya menekuni profesi yang digeluti ayah ibunya – ia hanya tahu keduanya sibuk.
Semoga gambaran di atas tidak terjadi pada keluarga Ayah Ibu, ya.
Anak memang terlahir sebagai benih kehidupan yang unik, namun tidak menuntut kemungkinan bahwa benih tersebut jatuh tak jauh dari pohonnya. Sehingga, saat ternyata anak menggemari bidang bakat yang selama ini ditekuni orangtuanya, Ayah Ibu tak perlu khawatir bahwa kesukaan anak berasal dari paksaan Ayah Ibu. Selama Ayah Ibu menunjukkan keseruan menjalani aktivitas terkait profesi dan bidang bakat, dan anak merespon secara positif, bukan masalah saat anak akhirnya mengikuti jejak Ayah Ibu.
Lucunya, kalau banyak orangtua yang memaksa anak untuk mengikuti jejaknya, maestro keroncong, Sundari Soekotjo malah tidak ingin sang anak semata wayang, Putri Intan Permata, atau dikenal sebagai Intan Soekotjo, mengikuti jejaknya sebagai penyanyi, khususnya penyanyi keroncong. Pasalnya, menurut sang maestro keroncong, berkarier sebagai penyanyi tidaklah mudah. Dilansir dari Berita Satu, Sundari mengungkapkan, “Tanggung jawab sebagai seorang penyanyi tidaklah mudah. Jadi, saya pernah mengatakan sebaiknya jangan jadi penyanyi, tapi dia ingin.”
Intan Soekotjo sendiri hidup di lingkungan yang akrab dengan keroncong. Kesehariannya dihabiskan dengan mendengar lagu-lagu keroncong yang dinyanyikan sang nenek dan ibu. Saat sebuah konser diadakan untuk memperingati 25 tahun karier Sundari Soekotjo, Intan yang saat itu berusia 9 tahun ngotot berduet bersama sang ibu di atas panggung. Awalnya, sang ibu menolak, namun managernya menilai bahwa itu merupakan ide yang bagus, sehingga akhirnya mereka pun berduet bersama.
Pengalaman menyanyi keroncong di atas panggung membuat Intan terpanggil untuk mengikuti jejak ibunya untuk melestarikan keroncong. Namun sang ibu belum yakin, dan meminta Intan Soekotjo menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu. Dan seperti banyak seniman kenamaan lainnya, sang ibu berpesan agar Intan tak hanya mengandalkan nama ibunya.
Kak Aiodongeng dan 4 Kekuatan Bercerita yang Harus Anda Ketahui
Belajar Merumuskan Arah Karier dari Isyana Sarasvati
3 Pertanyaan ini dapat Memandu Anak Menentukan Arah Karier
Butuh waktu yang cukup lama agar Intan Soekotjo dapat membuktikan kepada sang ibu bahwa ia tak main-main dengan pilihan hidupnya. Ia berguru kepada beberapa penyanyi seperti Zwesty Wirabuana dan Rika Roslan. Genre pop keroncong pun dipilih, namun ia tak mau meninggalkan pakem dan cengkok keroncong dengan berguru langsung kepada sang ibunda.
Dengan begitu, sang ibu pun akhirnya yakin bahwa anaknya berkomitmen pada arah karier yang dipilihnya, dan membuktikan bahwa ia pun terus menambah pengalaman belajarnya. Sundari dan Intan Soekotjo pun akhirnya sepakat untuk membuat album keroncong bersama dengan atmosfer yang lebih luwes dan kontemporer, agar anak-anak muda juga bisa menikmatinya. Mengutip Tempo, Intan berujar, “Saya terus belajar, ya keroncong dengan cara saya, enggak bisa seperti ibu.”
Apakah Ayah Ibu sudah bercerita pada anak mengapa berkarier di bidang yang digeluti sekarang?
Foto dicuplik dari sini