Inilah Hari di mana Keluarga Anda justru Merayakan Kegagalan
Bakat Anak – Ya, kita punya International Day for Failure setiap 13 Oktober.
Semua orang pasti pernah gagal – termasuk Ayah Ibu dan anak-anak Anda. Pun saya yakin: tidak ada yang suka saat dirinya gagal. Namun tahukah Anda bahwa ada hari di mana kita bisa merayakan kegagalan? Bagaimana hari bertajuk International Day for Failure ini jadi pengingat kita buat memaknai kegagalan anak secara positif?
Ternyata berawal di… Finlandia
Lagi-lagi Finlandia. Iya, hari kegagalan yang dirayakan tiap tanggal 13 Oktober ini mulanya diperingati di Finlandia di tahun 2010. Pasalnya, saat itu Finlandia butuh banyak sekali lapangan kerja baru. Sayangnya, seperti yang ditakutkan banyak orang, membuka bisnis atau startup baru (yang berarti membuka lapangan kerja baru) dinilai sangat berisiko. Mentalitas inilah yang kemudian mendorong lahirnya International Day for Failure.
Pada perayaan International Day for Failure tahun 2011 misalnya, perayaan atas kegagalan ini bahkan didukung pihak-pihak besar yang sudah mengenyam manis-pahitnya perjuangan, seperti direktur Nokia, Jorma Ollila, dan Peter Vesterbacka dari Rovio. Seperti yang kita tahu, kehadiran iPhone dan Android menggeser kejayaan Nokia sebagai penyedia telepon genggam terlaris. Dan hei, Angry Birds bukanlah kreasi pertama Rovio, melainkan ide yang muncul dari serangkaian mobile game mereka yang belum menggapai sukses.
Anak boleh gagal!
Dalam situs utamanya, yakni dayforfailure.com, International Day for Failure menjadi pengingat agar baik orang dewasa maupun anak-anak dapat belajar menerima kegagalan sebagai bagian dari hidup. Tidak ada satu pun dari kita yang ingin gagal, namun pada kenyataannya proses belajar dan pengembangan bakat anak tak lepas dari kegagalan.
Tanpa kemungkinan gagal, tidak ada keberhasilan, karena keduanya berjalan beriringan. Lagipula, kegagalan berarti kita sudah meraih kesempatan untuk berhasil.
Banyak orangtua yang ingin anaknya sukses di sekolah maupun di bidang bakatnya, namun menjauhkan anaknya dari kegagalan. Kegagalan menjadi momok tersendiri buat anak, karena berbagai ancaman hukuman dari orangtuanya. Atau, kalau bukan ancaman hukuman, stigma negatif sebagai anak bodoh dan tidak pintar. Saat anak takut gagal, anak tidak berani melampaui kemampuannya saat ini untuk belajar lebih baik.
Saya jadi ingat seorang kakak kelas sewaktu SD yang memilih tidak naik kelas karena merasa nilainya pas-pasan. Direstui oleh sang ibu yang berprofesi sebagai seorang kepala sekolah suatu SMA, ia memilih mengulang kelas bersama saya dan teman-teman, meskipun wali kelas bisa menaikkan dia.
Setelah mengenal dan menjadi sahabat sang kakak kelas, saya tidak melihat dia sebagai anak yang bodoh, anggapan yang seringkali menimpa anak yang tidak naik kelas. Prestasi akademisnya meningkat di tiga tahun berikutnya. Sebuah bukti bahwa sebenarnya tidak ada anak bodoh.
Ya, anak boleh gagal! Kegagalan akan bernilai positif saat anak menjadikan kegagalan sebuah pengalaman belajar yang berharga. Gagal bukan berarti berhenti, tidak dapat melanjutkan perjalanan menuju garis finis, atau mengulang belajar di kesempatan yang lain. International Day for Failure bisa menjadi hari pengingat buat kita semua, betapa menerima dan belajar dari kegagalan menjadi langkah awal untuk menjadi lebih baik.
…dan anak kita tidak sendirian
Kadang, perasaan gagal memang menyakitkan, karena anak merasa tertinggal dari teman-temannya yang lain. Inilah saat Ayah Ibu sebagai orangtua mendampingi anak untuk menerima kegagalannya, sebelum kembali mengambil risiko dan belajar pada tingkat kesulitan yang baru. Bahkan, saat anak gagal, anak sudah membuktikan bahwa ia berani mencoba dan ini patut diapresiasi!
Bagaimana Ayah Ibu mendampingi anak yang baru saja mengalami kegagalan? Jangan marah, karena ini mempersulit anak menerima kegagalan, sekaligus membuktikan bahwa kita sebagai orangtua juga belum bisa menerima kegagalan yang dialami anak. Tenangkan anak dan bicarakan dari hati ke hati. Ayah Ibu bisa bercerita bahwa Anda pun pernah gagal saat seusia mereka.
Selanjutnya, pastikan bahwa anak mengetahui dalam hal apa anak sudah berkembang dan dalam hal apa anak masih membutuhkan usaha. Umpan balik sangat bermanfaat agar anak dapat belajar dari kegagalannya. Tidak lupa juga, kita bisa memperkenalkan konsep bahwa kegagalan merupakan bagian dari proses belajar, misalnya dengan mencari kisah-kisah kegagalan yang menarik untuk dibahas bersama-sama.
Pada akhirnya, anak perlu paham bahwa semua orang pernah gagal, baik anak-anak maupun orang dewasa yang secara usia memiliki lebih banyak pengalaman. Anak hanya perlu memberikan respon yang positif pada kegagalan, yakni menerima dan merayakannya. Happy International Day for Failure!
Bagaimana cara keluarga Anda merayakan kegagalan?
Foto oleh Rafiq Sarlie