Ishaan, Ayo Menggambar Lagi
Bakat Anak – “Aku nggak suka belajar.”
Kapan terakhir kali Ayah Ibu mendengar anak mengatakan hal tersebut? Mungkin Ayah Ibu berpikir, belajar memang tugas anak sekolah, namun pikiran-pikiran semacam ini lebih mudah timbul setelah kita tidak lagi secara formal menjadi seorang pelajar dan hanya melihat anak yang melakukannya.
Pun kita semua masih belajar, dengan atau tanpa kurikulum.
Hanya saja, seringkali anak tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dengan cara-cara terbaiknya. Hal itu pula yang terjadi pada Ishaan, anak delapan tahun yang mahir sekali menuangkan imajinasinya dengan cara menggambar. Banyak orangtua yang mungkin bangga jika anaknya jago menggambar… namun bagaimana jika anak tersebut gagal dalam sekolahnya?
Baik sang ayah dan ibu Ishaan ingin semua anaknya sukses, tak terkecuali anak bungsunya. Sang ibu seringkali membandingkan Ishaan dengan kakaknya, Yohaan, yang berprestasi baik di bidang akademik maupun olahraga. Frustrasi dengan hasil belajar sang anak, kedua orangtua ini memutuskan untuk mengirim Ishaan ke sebuah sekolah asrama dengan harapan anaknya lebih disiplin dan tidak malas belajar.
Sekolah baru bisa menjadi kesempatan baru, tetapi tidak buat Ishaan. Anak delapan tahun ini masih tetap tak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ishaan kesulitan membaca buku; huruf-hurufnya ‘menari’, membuatnya tergagap-gagap saat mengucapkan kata-kata yang harusnya bisa dibaca dengan lancar oleh anak seusianya. Ishaan mengalami disleksia, kesulitan mengenali huruf.
Bukan berarti Ishaan menyerah begitu saja; ia kerap kali berusaha keras, namun masih saja melakukan kesalahan yang sama. Melihat keadaan yang demikian, baik orangtua maupun guru Ishaan semakin menekannya, yang membuat rasa percaya diri Ishaan runtuh. Perasaan tertekan yang dialami Ishaan bahkan sampai membuatnya berhenti melakukan kegemarannya: menggambar.
Namun semua berubah ketika seorang guru seni baru masuk ke kelasnya.
Ram Shankar, sang guru baru tersebut, mencoba memahami Ishaan dan menyadari bahwa sang anak mengalami disleksia, hal yang belum disadari kedua orangtua Ishaan saat itu. Sang guru pun kemudian menunjukkan bahwa banyak orang-orang yang seperti Ishaan mampu sukses, seperti Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan masih banyak lagi. Dengan penanganan yang tepat, yakni mengoptimalkan kekuatan visual Ishaan untuk belajar, Ishaan pun mengalami kemajuan. Ishaan kembali menggambar dan berhasil memperoleh juara pertama dalam pameran seni.
Bayangkan, seorang anak yang mengalami kesulitan mengenali huruf, akhirnya menaruh minatnya pada bidang matematika dan bahasa. Dengan sekejap pula, hasil belajarnya meningkat.
Thomas Suarez Kembangkan Aplikasi iPhone di usia 12 Tahun. Kapan Anak Anda Berkarya?
Mengapa Memahami Bakat Anak itu Penting?
Asyiknya Ngeblog, Asyiknya Belajar Putaran Ganda
Ayah Ibu mungkin mengenali cerita ini jika pernah menonton Taare Zameen Par, dan Bukik Setiawan telah menjelaskan dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong, bahwa saat orang dewasa menekan anak untuk belajar, anak akan belajar hanya saat diawasi oleh orang dewasa. Kepercayaan diri anak perlahan-lahan runtuh, sampai di titik dia meragukan bakat yang dimilikinya – seperti halnya bagaimana orang dewasa mengabaikan potensi anak.
Perubahan yang dialami Ishaan kemudian menunjukkan bahwa saat anak diberi kesempatan untuk belajar dengan cara-cara terbaiknya, anak akan memperlihatkan bahwa ia sebenarnya tertarik akan banyak hal. Tanggung jawab keluarga sebagai tempat belajar anak yang utama adalah mengenali cara-cara terbaik anak untuk belajar, dan memberikan apresiasi terhadap cara-cara tersebut.
Saat tekanan dari luar berpotensi menghancurkan, menumbuhkan keinginan dalam diri anak untuk belajar berpotensi menumbuhkan.
Apa saja cara-cara terbaik yang digunakan anak Ayah Ibu dalam belajar?
Foto diambil dari laman resmi Taare Zameen Par.