Bila Tidak Punya Karya, Apa yang akan Dipamerkan Remaja?
Ukuran keberhasilan persiapan karier bukanlah piala atau nilai ujian, tapi hasil karya bakat. Bila tidak punya karya, apa yang akan dipamerkan oleh remaja?
Pertanyaan itu saya lontarkan pada Talkshow dan Peluncuran buku Bakat Bukan Takdir yang menjadi salah satu rangkaian acara di Jakarta Kids Festival, Sabtu, 12 Maret 2016. Pertanyaan tersebut bermula dari pembahasan mengenai fase yang sering diabaikan orangtua dan pendidik. Fase tersebut adalah fase belajar mendalam yang terentang antara usia 7 – 13 tahun. Diabaikan karena banyak orangtua yang merasa kelelahan dalam mengasuh anak pada rentang usia sebelumnya.
Saya yang tampil bersama Andrie Firdaus memaparkan dampak dari pengabaian fase belajar mendalam tersebut. Tugas perkembangan pada usia 7 – 13 tahun adalah menguasai kemampuan umum (seperti calistung) yang digunakan untuk menguasai keahlian spesifik sesuai potensi anak (seperti hobi atau kegemaran). Keahlian spesifik yang dibuktikan dengan karya yang dihasilkan oleh seorang anak. Ketika anak berhasil menyelesaikan tugas perkembangan itu, anak akan menjadi percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Bila diabaikan maka kemungkinan besar anak gagal menyelesaikannya sehingga anak tumbuh menjadi anak inferior.
Pada fase berikutnya, fase arah karier atau sering dikenal sebagai fase masa remaja, anak mempunyai kebutuhan untuk mencari identitas diri dan arah masa depannya. Anak yang tidak mempunyai keahlian spesifik kesulitan untuk menunjukkan jati diri pada teman-temannya. Anak akan mencari kompensasi untuk menutupi rasa rendah dirinya. Bila tidak punya karya, apa yang mau dipamerkan? Wajah, tubuh, harta orang tua, dan tindakan-tindakan yang melanggar norma sosial. Pada sisi ekstrim yang lain, anak inferior menjadi anak patuh yang sekedar memenuhi kewajiban sosial, tanpa mempunyai arah sendiri.
Andrie Firdaus menegaskan bahwa persoalan remaja harus dilihat dari perspektif perkembangan. Persoalan remaja seringkali bukan disebabkan oleh faktor atau kejadian pada masa remaja, tapi dikarenakan kegagalan memenuhi tugas perkembangan pada fase sebelumnya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengembangkan bakat anak sejak dini sesuai potensinya. Pengembangan bakat ini nantinya bukan hanya menjadi modal dalam mengatasi kebutuhan masa remaja, tapi lebih jauh lagi bisa menjadi acuan dalam menentukan arah karier.
Obrolan pada Talkshow Bakat Bukan Takdir di Jakarta Kids Festival yang diadakan oleh Majalah Ayah Bunda dan Parenting Indonesia ini berkembang pada tips-tips yang dapat dilakukan orangtua pada setiap fase dari siklus pengembangan bakat anak. Ada banyak orangtua yang bertanya tapi karena keterbatasan waktu tidak bisa dijawab semuanya pada sesi tersebut.
Setelah Talkshow ditutup, moderator Hety A. Nurcahyarini memandu peluncuran buku Bakat Bukan Takdir. Hety mengundang 3 orang yang telah melakukan pre order untuk menerima buku langsung dari penulis dan editor. Selanjutnya, moderator membuka kuis bagi peserta yang berhadiah buku Bakat Bukan Takdir. Pertanyaan kuisnya meski berkaitan dengan subtansi buku tapi karena para peserta menyimak sehingga banyak sekali peserta yang berebutan menjawab.
Setelah foto bersama, agenda berikutnya adalah penyerahan buku Bakat Bukan Takdir pada pemesan pre order sekaligus penandatanganan buku oleh penulis.
Apakah anda sebagai orangtua telah melakukan pengembangan bakat anak?
Foto dan video: Cahya Adi Sampurna