Lima Salah Kaprah Sekolah Favorit yang Harus Diketahui Orangtua
Ketika memilih sekolah, hampir bisa dipastikan orangtua akan menempatkan sekolah favorit pada urutan pertama. Jangan buru-buru, ketahui 5 salah kaprah sekolah favorit terlebih dahulu.
Dalam beberapa tahun terakhir, tersiar kabar orangtua yang heboh dengan diterapkannya sistem rayonisasi dalam penerimaan murid baru. Kehebohan itu terjadi karena rayonisasi membuat orangtua tidak bisa memasukkan anaknya ke sekolah favorit. Berbagai cara dilakukan orangtua agar anaknya masuk sekolah favorit termasuk memprotes sistem rayonisasi. Mengapa anak masuk sekolah favorit begitu penting bagi orangtua? Seberapa layak sekolah favorit untuk diperjuangkan?
Dianggap penting oleh orangtua karena keyakinan sekolah favorit membuat sukses di masa depan. Saya menyebutnya sebagai hukum besi sekolah favorit (Baca: Ingin Anak Anda Jadi Kreatif? Jangan Memilih Sekolah Favorit). Hukum yang seperti besi, susah untuk dipatahkan. Apa ukuran sukses yang dipakai orangtua untuk menilai sekolah favorit? Tiga ukuran keberhasilan utama yang sering dijadikan acuan orangtua (dan seringkali muncul di presentasi/promosi sekolah favorit):
- Rata-rata nilai ujian sekolah dan ujian nasional
- Jumlah prestasi berupa piala dan gelar juara
- Persentase lulusan yang melanjutkan ke sekolah favorit
Bila mengacu pada ketiga ukuran tersebut, sekolah favorit memang layak disebut sebagai sekolah yang unggul dibandingkan sekolah pada umumnya. Ketiga indikator tersebut yang kemudian membuat sekolah favorit disebut juga sekolah yang berorientasi pada nilai akademis. Pertanyaannya, apa yang dipraktikkan oleh sekolah favorit untuk bisa disebut berhasil dalam ukuran tersebut?
Ada banyak perubahan cara dan peralatan hidup kita dalam 100 tahun terakhir. Mobil seratus tahun yang lalu berbeda dengan mobil zaman sekarang. Cara kita berkomunikasi 100 tahun (30 tahun saja deh) berbeda dengan cara komunikasi hari ini. Ada banyak kritik dan seruan untuk melakukan perubahan pendidikan. Ada perubahan kurikulum, menteri, dan kebijakan pendidikan. Tapi praktik belajar yang terjadi pada sekolah favorit secara umum masih sama dengan praktik belajar 100 tahun yang lalu. Hei! Ini pendidikan. Mana inovasinya? Tukang ojek saja sekarang sudah berubah jauh. *eh
Mengapa tidak berubah? Predikat sebagai sekolah favorit melahirkan harapan yang tinggi terhadap sebuah sekolah. Wajar bila sekolah tersebut berusaha keras untuk meraih nilai terbaik pada 3 ukuran keberhasilan akademik.
- Menilai Hasil Belajar yang Berupa Angka & Piala, Bukan yang Berupa Karya. Konsekuensi dari 3 ukuran keberhasilan tadi adalah fokus pada hasil belajar yang mendukung 3 ukuran tadi. Nilai angka dan piala adalah perwujudannya. Karya anak hanya dianggap penting bila mendukung pada nilai ujian dan piala. Kesibukan sekolah akan terlihat ketika menjelang ujian atau mau menghadapi perlombaan. Ujian dijadikan ritual, ada waktu khusus untuk pelaksanaannya, biasa disebut minggu ujian. Aktivitas belajar murid meningkat pada saat menjelang minggu ujian.
- Menerapkan Belajar untuk Ujian, Bukan Kegemaran Belajar. Karena ukuran keberhasilan adalah nilai ujian, maka sekolah favorit menerapkan belajar untuk ujian. Belajar yang dimaksud adalah mendikte dan mengerjakan soal, berulang-ulang. Tidak perlu cara belajar yang lain. Toh cara belajar ini telah terbukti sukses bertahun-tahun. Tidak masalah meski setelah ujian, murid melupakan materi pelajaran, yang penting bisa mengerjakan ujian. Pelajaran olahraga yang harusnya dipenuhi kegembiraan beraktivitas, justru menuntut murid menghafalkan teorinya agar murid bisa mengerjakan ujian. Bahkan saat ini, anak SD kelas 1 yang baru masuk tiga bulan sudah dituntut mengerjakan Ujian Tengah Semester (atau apapun namanya).
- Mengandalkan Materi Belajar Tunggal, Bukan yang Relevan. Sekolah favorit paling suka menggunakan 1 buku teks. Ketika ada pilihan buku teks, sekolah favorit akan memilih buku teks yang sesuai kisi-kisi ujian. Buat apa belajar banyak pelajaran bila tidak muncul di ujian? Karena itu, pelajaran yang tidak diujikan di ujian nasional akan dianggap kasta kedua. Waktu pelajaran kasta kedua bisa digantikan dengan pelajaran lain, selama membantu murid mencapai nilai ujian yang tinggi.
- Menciptakan Ketergantungan, Bukan Kemandirian. Belajar untuk ujian itu sungguh membosankan, bukan hanya untuk anak-anak, tapi bagi kita juga membosankan. Karena itu, sebagian besar murid cenderung menghindari belajar. Bahaya buat reputasi sekolah! Sekolah favorit mengendalikan murid agar belajar melalui mekanisme perintah dan larangan dengan guru sebagai pengawas. Pekerjaan rumah berupa pemberian soal ditambah untuk memastikan setelah pulang sekolah pun tetap
belajarfokus pada ujian. Anak-anak tidak mendapat kesempatan mengatur belajarnya secara mandiri. - Membangun Iklim Kompetisi yang Ketat, Bukan Iklim Kolaborasi. Perintah dan larangan terus menerus pasti melelahkan. Harus ada cara agar anak-anak termotivasi belajar tanpa perlu ada perintah dan larangan. Bagaimana caranya? Bangun iklim kompetisi yang ketat. Slogannya, lomba mebuat murid semangat belajar. Iklim kompetisi membuat murid membandingkan dirinya dengan murid yang lain, murid di kelasnya, di kelas lain dan bahkan murid dari sekolah lain. Kerjasama dihindari, kalau pun ada kerjasama pada kelompok kecil (gank). (Untuk mengetahui dampak negatif lomba terhadap anak, baca: Ingin Anak Anda Berprestasi? Jangan Ikutkan Lomba)
Apakah yang dilakukan sekolah favorit adalah kesalahan? Tidak, bukan kesalahan selama kita meyakini 3 ukuran keberhasilan akademis. Tujuan menentukan cara yang digunakan. Namun bila Anda sebagai orangtua mempunyai ukuran keberhasilan lain, tentu kelima cara tersebut merupakan salah kaprah.
Apa ukuran keberhasilan yang lain?
- Kemandirian. Kemampuan anak memenuhi kebutuhannya sendiri
- Kegemaran belajar. Kemauan anak untuk belajar, tanpa perlu diperintah atau menunggu waktu ujian
- Kemampuan berkolaborasi. Kemampuan anak berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain
- Penyelesaian persoalan (problem solving). Tingkat keterlibatan anak dalam menyelesaikan persoalan
- Kreativitas. Jumlah karya dan konsistensi anak dalam menghasilkan karya
- Kepekaan sosial. Kesadaran anak untuk menolong orang lain
- Kewirausahaan. Keahlian anak mengoptimalkan peluang dan sumebr daya yang ada
- Kepemimpinan. Inisiatif anak untuk menyelesaikan persoalan dengan bantuan orang lain
- Kebahagiaan. Kemampuan anak menemukan makna dari aktivitas dan hidupnya
- Dan banyak lagi
Bila Anda mempunyai ukuran keberhasilan salah satu dari ukuran keberhasilan di atas, tentu Anda tidak akan memilih sekolah favorit. Inilah penjelasan tambahan dari tulisan sebelumnya, Ingin Anak Anda Jadi Kreatif? Jangan Memilih Sekolah Favorit.
Mungkin Anda bertanya, bila tidak memilih yang favorit, sekolah semacam apa yang lebih baik buat anak saya? Bagaimana memilih sekolah sesuai kebutuhan dan potensi anak?
Kami telah menyusun buku Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now untuk membantu Anda menemukan sekolah terbaik buat anak Anda. Nantikan terbitnya!
Untuk informasi lebih lanjut, segera follow
Instagram: @MemilihSekolah
Twitter: @MemilihSekolah
Facebook: @MemilihSekolah
Sumber foto: David Horsey
2 thoughts on “Lima Salah Kaprah Sekolah Favorit yang Harus Diketahui Orangtua”