Sudahkah Percaya Pada Kemampuan Anak? Lihat Yang Dilakukan Anak-anak Ini
Bakat Anak – Mengapa sebagai orangtua kita harus percaya pada kemampuan anak?
Mungkin banyak orangtua berkata bahwa mereka percaya bahwa anak mereka bisa. Sayangnya masih banyak perilaku orangtua tidak mencerminkan rasa percaya yang mereka ungkapkan. Mereka menekan anak dan tidak memberi kebebasan bagi anak untuk mengembangkan diri di bidang yang anak suka. Bagaimana dengan Ayah Ibu? Sudahkah kita benar-benar percaya pada kemampuan anak?
Gerakan Student Voice
Diinisiasi oleh sebuah LSM bernama Californians for Justice, gerakan Student Voice merupakan proyek yang menyuarakan keinginan para siswa untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Pada tahun sebelumnya, dengan menggandeng beberapa sekolah, tiga ribu siswa dan para penggerak LSM terkait, mereka berhasil melobi Dinas Pendidikan setempat agar para siswa bisa terlibat dalam penyusunan anggaran sekolah. Apa isu yang sedang mereka usung tahun ini?
Dilansir dari EdSource, kali ini para siswa menyuarakan pendapat mereka agar para pendidik – khususnya para guru – agar lebih percaya bahwa anak-anak didik mereka bisa berhasil secara akademis. Kondisi ekonomi keluarga siswa yang rata-rata menengah ke bawah, serta masalah ras, membuat stereotip tersebut muncul. Ya, adanya rasa tidak percaya pada kemampuan anak.
Mungkin Anda pernah merasakan atau menyadarinya juga: anak desa biasanya kalah pintar dengan anak kota, atau anak miskin mana bisa mengalahkan prestasi anak kaya. Anggapan-anggapan seperti ini juga tumbuh di kalangan orang dewasa, yang membuat mereka sulit percaya bahwa anak mereka punya potensi, bahwa anak mereka bisa.
“Kami ditakdirkan untuk hal-hal besar.”
Salah satu bentuk kampanye mengenai isu ini digulirkan melalui media sosial. Anak-anak membuat status di Facebook maupun mengicaukan twit semacam, “Saya adalah pemimpin.” “Jangan perlakukan saya berbeda.” “Saya sanggup menumbuhkan minat di bidang matematika dan sains.” “Kami ditakdirkan untuk hal-hal besar.”
Kampanye ini bukan sekadar omong kosong, namun seperti dikutip dari EdSource, didukung oleh hasil penelitian mengenai perubahan sistem: Jika ingin sekolah bertambah kualitasnya, mulailah dengan percaya pada (kemampuan) anak didik Anda. Hal serupa ditegaskan oleh Taryn Ishida, direktur eksekutif Californians for Justice, yang mengatakan, “Membangun hubungan yang bermakna dengan saling menghargai, dukungan, dan harapan yang besar (dari para pendidik untuk anak) adalah dasar untuk melenyapkan ketidakpercayaan pada kemampuan anak.”
Ayah Ibu juga seorang pendidik, pendidik utama bagi anak
Kasus di atas menggambarkan bagaimana para pendidik, khususnya para guru, diminta untuk lebih percaya kemampuan akademis anak. Lalu apa hubungannya dengan Ayah Ibu, terutama para orangtua yang bukan seorang pengajar? Tunggu dulu, Anda jugalah seorang pendidik, malah pendidik utama bagi anak-anak kita. Kita juga harus mulai percaya pada kemampuan anak kita.
Apapun latar belakang, perilaku anak, bahkan kegagalan yang pernah mereka alami, bukan berarti menunjukkan bahwa anak sama sekali tidak mampu. Seringkali kegagalan anak langsung dicap sebagai ketidakmampuan, yang kemudian diikuti oleh serangkaian ancaman agar anak ‘belajar lebih keras’. Yang terjadi sebenarnya adalah, anak tidak belajar, melainkan dipaksa untuk belajar.
Cap ketidakmampuan kerap kali membuat kita tidak peka terhadap bidang apa yang digemari dan ditekuni anak – letak potensi keberhasilan anak. Toh saat dewasa anak akan mengejar satu karier utama, bukannya berkarier di seluruh mata pelajaran yang pernah diambilnya di sekolah. Mari mulai percaya pada kemampuan anak, dengan mendukung apapun bidang bakat yang ingin ditekuni anak. Di situ, Anda akan melihat betapa brilian anak Anda.
Hal apa yang selama ini membuat Ayah Ibu sulit percaya pada kemampuan dan kekuatan anak?
Foto oleh meshugas
Nice blog yang luar biasa. Semoga blognya sukses terus.