Saat Anak Terjangkit Virus Belajar: Inspirasi Tanishq Abraham
Bakat Anak – Kapan sih belajar bisa memikat anak?
Sebagai seorang anak, saya dulu sangat paham saat orangtua berharap saya rajin belajar. Mungkin itu juga yang Ayah Ibu harapkan pada anak – terutama pada anak yang sudah bersekolah. Namun pada kenyataannya, banyak orangtua yang melihat anak-anak mereka justru sulit disuruh belajar. Anak lebih sering berkutat dengan permainan di tabletnya, majalah kesukaan, atau hobinya yang lain.
Lain halnya dengan Tanishq Abraham. Selain tak perlu disuruh belajar, ia bahkan meminta pada orangtuanya agar dapat terus belajar.
Nama Tanishq Abraham baru-baru ini dikenal gara-gara ia baru saja menjadi sarjana dengan tiga gelar: matematika, sains, dan bahasa dari American River College di Sacramento, Amerika Serikat. Pada 21 Mei 2015 lalu ia diwisuda bersama hampir dua ribu mahasiswa lainnya – sebagai wisudawan termuda berusia 11 tahun. Terlepas dari kejeniusannya, ada hal menarik yang disampaikan dalam presentasinya di TEDxSacramento. Ia mencintai belajar apapun, bahkan mengaku terjangkit virus belajar yang tak bisa disembuhkan.
Pada usia 4 tahun, Tanishq sudah keranjingan membaca buku-buku berisikan hal-hal baru yang belum ia ketahui. Saat itu ia menggandrungi topik dinosaurus dan luar angkasa. Ia pun mulai mengakses berbagai sumber belajar, baik dari buku-buku di perpustakaan maupun melakukan pencarian dengan bantuan Google. Semua dilakukan untuk memuaskan dahaganya akan pengetahuan.
Suatu kali, saat sedang berselancar di dunia maya, Tanishq menemukan informasi mengenai Museum Paleontologi UC Berkeley yang dibuka pada acara Cal Day. Tanishq yang saat itu berusia 6 tahun akhirnya melangkahkan kakinya untuk mengikuti diskusi tentang paleontologi. “Saya mengambil bangku paling depan seperti seorang anak berusia enam tahun yang antusias menunggu pertunjukan sulap dimulai,” ungkapnya dalam TEDxSacramento.
Melihat tulang-belulang dinosaurus dan fosil-fosil lainnya dari masa prasejarah secara langsung, dan dapat berdiskusi tentang hal tersebut, menjadi momentum Tanishq terjangkit virus belajar, yang baginya tak dapat disembuhkan. Semakin haus akan ilmu pengetahuan, ia segera bosan dengan materi belajar SMP dan SMA, sehingga ia meminta orangtuanya agar dapat berkuliah secepat mungkin.
Didukung oleh orangtuanya, Tanishq akhirnya berhasil berkuliah setelah sang orangtua mengobrol dengan seorang profesor geologi. Usaha yang tidak mudah, mengingat beberapa kampus menolak Tanishq dengan alasan ia terlampau muda. Tanishq mengenyam bangku perguruan tinggi pertamanya pada usia 7 tahun.
“Saya tahu apa yang Anda pikirkan, ‘Mengapa berkuliah di usia tujuh tahun?’ Mungkin, pertanyaan yang seharusnya Anda lontarkan adalah, ‘Mengapa tidak berkuliah pada usia tujuh tahun?’ Bagi saya, segalanya dimulai dengan hasrat yang sederhana, yakni haus akan pengetahuan,” tutur Tanishq. “Bagi saya, kuliah dimulai saat berusia tujuh tahun. Bagi yang lain, mungkin pada usia 10 atau 18 tahun. Yang lain memulainya pada usia 20-an. Namun kehidupan kampus sebaiknya dimulai saat Anda siap, bukan ketika Anda menginjak usia tertentu.”
Mungkin Ayah Ibu bertanya-tanya, dengan usia semuda itu, apakah Tanishq hanya sibuk belajar? Sayangnya dugaan itu terpatahkan. Dalam presentasinya di TEDxSacramento, Tanishq menunjukkan bahwa ia tetap bersenang-senang, merayakan pesta ulang tahun, juga melakukan olahraga seperti berenang. Ia juga berkeinginan untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi suatu hari nanti – seperti kebanyakan orang lainnya. Dia jenius, namun dia juga anak-anak, seperti anak-anak kita.
Thomas Suarez Kembangkan Aplikasi iPhone di usia 12 Tahun. Kapan Anak Anda Berkarya?
15 Pertanyaan Keren ini perlu Anda Ajukan pada Guru
Taman Gagasan Anak, Siap Tularkan Virus #AkuBisa di Indonesia
Apa yang Tanishq alami, yakni terjangkit virus belajar, adalah salah satu fase dari siklus belajar seasyik bermain, yang dapat dialami anak-anak kita. Ada titik di mana ia berjumpa dengan pengalaman belajar yang seru, yang memikat rasa ingin tahunya, sehingga membuatnya tidak merasa puas dan terus mencari, terus belajar. Bisa jadi topiknya adalah paleontologi, bahasa, basket, atau membuat prakarya.
Apapun topik yang nantinya digemari anak Ayah Ibu, langkah awal yang dapat Ayah Ibu lakukan adalah mempertemukan anak dengan sumber dan kondisi belajar yang memikat, apapun topiknya. Sumber belajar anak tidak hanya berasal dari buku pelajaran maupun sekolah, yang bisa jadi memberi kesan yang keliru tentang suatu topik, seperti telah dijelaskan Bukik Setiawan dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong.
Perjumpaan yang memikat akan membuat anak terjangkit virus belajar.
Apa momen yang membuat anak Ayah Ibu tertarik belajar suatu hal?
Foto diambil dari Kompas