Thomas Suarez Kembangkan Aplikasi iPhone di usia 12 Tahun. Kapan Anak Anda Berkarya?
Bakat Anak – Apa karya pertama anak Ayah Ibu yang membuat dirinya bangga?
Thomas Suarez tampak sumringah dan percaya diri tampil di atas panggung TED. Dengan menggenggam sebuah tablet, Thomas dengan semangat menceritakan bagaimana ia dapat berkarya, mengembangkan dua aplikasi iPhone di usianya yang masih belia. Apakah sekolahnya saat itu menyediakan mata pelajaran pemrograman? Sayangnya tidak; justru Thomas menginisiasi pendirian klub belajar pengembangan aplikasi di sekolahnya.
Dengan sedikit berkelakar, Thomas menyampaikan, “Anak zaman sekarang sedikit lebih pintar ketimbang gurunya.” Tentu saja guyonan Thomas berdasar: di zaman kreatif internet menyediakan berbagai sumber pengetahuan untuk berkarya, sumber belajar yang dengan mudah diakses oleh anak-anak seperti dia. Itu sebabnya ia berharap agar guru-gurunya juga dapat memanfaatkan internet dalam memperkaya sumber belajar mereka. Agar tidak ketinggalan oleh anak-anak.
Itulah berkah teknologi.
Mengenal gawai (gadget) iPhone yang disertai dengan software development kit-nya, Thomas saat itu tertarik untuk mengembangkan aplikasi buatannya sendiri. Namun, seperti yang telah saya singgung di atas, sekolah – terutama di daerahnya – tidak menyediakan sumber belajar semacam itu baginya. “Padahal sekarang adalah masanya pemrograman. Kalau saya ingin mengasah kemampuan sepak bola, saya bisa bergabung dengan klub sepak bola. Sayangnya tidak ada tempat untuk belajar mengembangkan aplikasi,” tutur Thomas.
Tidak patah arang, Thomas memutuskan untuk belajar mengembangkan aplikasi secara otodidak, dengan bantuan berbagai sumber belajar di internet. Agar aplikasinya buatannya dapat digunakan oleh banyak orang, tentu Thomas harus mengunggahnya. Ia lalu membujuk kedua orangtuanya agar mau membayar biaya sebesar USD99 agar aplikasi buatannya dapat diunggah ke Apple App Store.
Dua aplikasi pertamanya, yakni Earth Fortune dan Bustin Jieber – yang lebih terkenal – akhirnya dapat diunduh teman-temannya. Aplikasi ini diluncurkan di bawah perusahaan milik Thomas Suarez sendiri, CarrotCorp. Perusahaan tersebut berdiri saat ia berusia 11 tahun, sedangkan dua aplikasi pertamanya dikembangkan di tahun berikutnya. Thomas Suarez pun menjadi salah satu pengembang aplikasi termuda. Kecil-kecil sudah berkarya, ya?
Agar teman-temannya dapat merasakan senangnya membuat aplikasi, Thomas pun akhirnya mengajukan proposal untuk mendirikan sebuah klub belajar pengembangan aplikasi di sekolahnya. Motifnya sederhana, bukan? Sesederhana apapun, saat Thomas dapat belajar mengembangkan aplikasi bersama dengan teman-temannya di sekolah, hal ini sudah bermakna besar baginya.
“Saya merasa bahwa minat saya selalu jatuh di bidang teknologi. Mungkin saya sebaiknya sesekali bermain di luar, tapi saya sangat menyukai hal ini,” ujar Thomas dalam suatu kesempatan. Berpindah dari pengembangan aplikasi, pada usia 15 tahun Thomas Suarez mengklaim bahwa ia sedang mengembangkan printer 3D yang sepuluh kali lebih cepat ketimbang printer MakerBot yang digunakannya di rumah.
Belajar Bermakna itu Memberi: Anak-anak Buat Aplikasi untuk Kelas Inklusi
4 Alasan yang membuat Belajar lebih Bermakna bagi Anak
Mengapa Memahami Bakat Anak itu Penting?
Bagaimana dengan anak-anak kita? Apakah Ayah Ibu sudah memberikan kesempatan bagi anak untuk berkarya, seperti yang dilakukan oleh orangtua Thomas Suarez? Atau seperti beberapa orangtua lain, yang hanya ingin melihat keberhasilan anak, sebatas angka-angka yang diperolehnya di sekolah?
Nilai bisa jadi penting, namun mungkin tidak sepenting kesempatan anak untuk berkarya sesuai dengan bidang bakat yang ia tekuni. Anak adalah pembelajar yang alami, dan seperti Thomas Suarez yang menemukan cintanya di bidang teknologi, anak tak akan perlu mendengar omelan dan perintah orangtua untuk gemar belajar dan berkarya. Belajar dan berkarya sesuai minat, kegemaran, dan fokus belajar yang dipilih anak sendiri. Ayah Ibu dapat membantu anak memanfaatkan pelajaran di sekolah untuk memperkaya wawasan tentang fokus belajarnya.
Ubah fokus dari nilai anak menjadi karya. Bukan pula menuntut anak berkarya sebanyak-banyaknya, atau memenangkan banyak lomba – yang bisa jadi tak bermakna buat dia – namun mengajak anak berkarya sesuai dengan minat dan kecepatan belajarnya. Saat Thomas Suarez berbagi kesenangan dengan membuat klub pengembangan aplikasi di sekolah, anak Ayah Ibu bisa jadi punya ide lain – ide yang mungkin pernah kita impikan namun enggan kita wujudkan.
Apa cerita anak Ayah Ibu tentang karya pertama yang membanggakannya?
Foto diambil dari laman ini.
Gila lah dia jenius banget!!