Kisah Zebra Cross dan Bagaimana Menumbuhkan Perilaku Baik Anak
Bakat Anak – Apakah Ayah Ibu sering mendapati anak baru menunjukkan perilaku baik ketika diawasi?
Jika Ayah Ibu berprofesi sebagai seorang guru, tentu akan sangat akrab dengan hal ini. Atau jika memiliki kenalan seorang pengajar, tanyakan pengalamannya saat mengajar di kelas. Para siswa duduk tenang dan tampak mendengarkan saat ada guru di kelas. Namun saat guru melangkah keluar, kelas kembali ribut. Situasi baru bisa dikendalikan saat guru kembali, atau bahkan jika perlu, guru berteriak terlebih dahulu agar kelas kembali tenang.
Tidak cuma anak-anak. Orang dewasa pun seringkali berperilaku baik saat ada yang mengawasi atau memperingatkan. Kawan-kawan dari VectroID baru-baru saja mengunggah video eksperimen sosial mengenai kebiasaan pengendara di jalan raya. Alkisah, saat lampu merah, seperti biasa banyak pengendara yang menghentikan kendaraannya di zebra cross. Berbagai perilaku dicoba untuk memperlihatkan respon pengendara. Apakah yang terjadi selanjutnya?
Dari 17 pengambilan gambar yang mereka lakukan dalam eksperimen sosial zebra cross ini, ada empat respon menarik dari pengendara yang Ayah Ibu bisa saksikan. Di balik itu semua, terdapat 13 kali pengambilan gambar yang juga menarik untuk dicermati. VectroID menuliskan dalam deskripsi videonya bahwa banyak pengendara santun yang langsung sadar akan kesalahannya dan memundurkan kendaraan saat melihat ada yang menyeberang.
Poinnya pentingnya justru bukan pada empat respon menarik para pengendara, namun pada kenyataan bahwa orang dewasa pun masih memerlukan pengawasan atau keberadaan orang lain untuk berperilaku baik. Para pengendara masih memerlukan para penyeberang zebra cross agar mau menghentikan kendaraan di tempat yang semestinya. Pengendara lain memerlukan polisi agar tidak nyelonong masuk ke jalur busway. Padahal, asumsinya, mereka adalah orang dewasa yang sudah memahami peraturan yang berlaku.
Bukik Setiawan sendiri telah mengungkapkan dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong, bahwa manusia seringkali lebih fokus pada perintah dan larangan, ketimbang stimulasi dan ajakan. Itulah sebabnya, baik orang dewasa maupun anak hanya berperilaku baik saat ada orang lain atau motivasi eksternal yang menyertainya. Orangtua memberi ancaman tidak naik kelas kalau tidak belajar, atau tidak diberi hadiah kalau tidak bisa diam. Anak kemudian mungkin akan belajar. Namun perilaku baik anak ini, sayangnya, tidak muncul sebagai dorongan dari dalam dirinya sendiri.
Padahal, tentu saja, motivasi eksternal dalam bentuk apapun tidak efektif menumbuhkan perilaku baik anak. Saat orang dewasa menengok, anak mungkin akan langsung sibuk membolak-balik halaman bukunya, namun di dalam diri anak, ia tak menemukan apa asyiknya belajar. Saat orang dewasa pergi, perilaku baik yang diharapkan tersebut pun redup, timbul-tenggelam seperti para pengendara yang baru mundur dari garis zebra cross saat ada yang menyeberang. Sederhana saja, karena tidak mengerti mengapa mereka perlu melakukannya.
Sudahkah Anak Merdeka atas Paksaan Belajar?
#JanganDiam, Inilah 4 Tips Mencegah Kekerasan pada Anak
Hari Kunjung Perpustakaan: Perlukah Mengajak Anak ke Sana?
Itulah sebabnya, lebih penting menumbuhkan kesadaran belajar dan berperilaku baik dalam diri anak ketimbang sekadar mengancam anak dengan ganjaran atau hukuman. Percayalah bahwa anak terlahir dengan dorongan alami untuk belajar, sehingga tugas kita sebagai orangtua adalah menunjukkan mengapa anak perlu melakukannya. Dari menjadi teladan perilaku baik, bercerita tentang pentingnya perilaku baik yang ingin ditumbuhkan dalam diri anak, sampai mengajak anak melakukan perilaku baik tersebut bersama-sama.
Apa tips Ayah Ibu untuk menumbuhkan suatu perilaku baik dalam diri anak?
Foto oleh mrhayata