Memilih Sekolah untuk Siapa? Anak atau Orangtua?

Diposting oleh:

Orangtua ingin sekolah terbaik untuk anaknya. Tapi seringkali keinginan tersebut membuat orangtua tidak sadar sebenarnya memilih sekolah untuk siapa, orangtua sendiri atau untuk anaknya. Baca dan periksa tujuan memilih sekolah di artikel ini

Semasa anak kita masih bayi, kita sangat peduli apa kebutuhannya. Bagi yang baru menjadi orang tua, tiap kali sang bayi menangis, langsung sigap coba menterjemahkan makna tangisnya: apakah ia lapar? Popoknya basah? Lelah? Sakit?. Lalu buru-buru ambil tindakan (mengganti popok, menyusui) sesuai hasil “tafsirannya”, tak peduli waktu baik siang, malam maupun dini hari. Kalau perlu, agar tak salah tafsir, sampai perlu menonton tayangan ulang talkshow Oprah Winfrey yang mewawancarai pakar makna tangis bayi Priscilla Dunstan.

Kemudian, sang bayi berkembang pesat, mulai duduk, merangkak…dan belum mulai berdiri. Mata kita mulai melirik anak tetangga yang seumuran anak kita, yang nampak di pagi hari berjemur sambil merambat di teras rumahnya. Batin berbicara: kapan ya, anak saya?.

Masuk usia 2 tahunan, si bayi telah menjelma menjadi mahluk cilik super lincah dan ber tangan terampil. Terima bongkar, tidak terima pasang. Hampir semua yang ia lihat akan dijangkau dan ditelitinya, kalau perlu dicicip rasanya. Celotehannya panjang kali lebar kali tinggi. Kapan saja, di mana saja, baik di rumah maupun tempat umum. Jika akan bepergian, perhitungan sudah mulai ribet macam hitungan fengshui, bagaimana caranya supaya anak saya bisa tenang dan tidak “rusuh” di depan umum?

Apa perbedaan dari cerita di atas? Sepertinya telah terjadi pergeseran dari usaha pemenuhan kebutuhan anak, ke ehmm..pemenuhan kebutuhan orangtua.

Ketika anda lebih peduli pada anak saat melakukan komparasi bulat-bulat dengan perkembangan anak lain, disitu si anak bukan lagi menjadi subjek tapi mulai jadi objek. Mungkin Anda berpikir “Tetapi percayalah niat saya baik”. Betul sih, orangtua yang waras, mampu dan sehat pasti semua niatnya adalah untuk kebaikan anak. Tetapi yang baik untuk anak, harusnya diawali dari menggali apa yang dibutuhkan si anak.

Secara umum, sama seperti kita, anak butuh rasa aman dan nyaman. Kemudian, wajib hukumnya pemenuhan kebutuhan fisik seperti haus, lapar dan lelah, agar kondisinya prima untuk belajar. Saking wajibnya, konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1989 menetapkan “Provision” (pemenuhan kebutuhan) sebagai hak anak-anak yang harus dipenuhi (UN Convention on the Rights of the Children). Agak melenceng sedikit, jadi jika anda mengurangi jatah kebutuhan makan anak sebagai bagian dari belajar disiplin, maka sebenarnya telah terjadi pelanggaran HAM anak.

Lebih jauh lagi, kita masuk kepada apa kebutuhan anak itu sendiri secara spesifik. Mari coba kita lakukan tes kecil ini. Jawablah pertanyaan ini tanpa bertanya pada anak Anda.

  1. Sebutkan 3 permainan kesukaan anak Anda
  2. Sebutkan 3 nama teman baik anak Anda

Tulislah jawaban anda pada selembar kertas. Bagaimana, sulitkah menjawab dua pertanyaan di atas? Garuk-garuk kepala? Wah..wah..Anda perlu keramas 🙂

Kebutuhan Anak adalah Faktor Penting Belajar

Setiap anak itu unik. Dari dunia medis, para dokter anak menggunakan standar “Denver II Development Milestones” (bisa dilihat di www. doctorguidelines.com) untuk memantau tumbuh kembang anak. Yang melegakan, pendekatan yang dipakai lebih menunjukkan persentase kurva tercapainya suatu kemampuan pada usia tertentu, yang masih bisa terus berlangsung pada bingkai waktu tertentu. Artinya? Anak tumbuh pada tingkat kecepatan berbeda-beda sehingga tidak bisa disamaratakan. Di bidang pendidikan, pengakuan atas kecepatan yang berbeda ini teraplikasi dengan pendekatan yang disebut “Kontinum”, dengan prinsip yang sama yaitu suatu perkembangan (misal membaca) terjadi secara kontinyu pada kurun fase kelompok umur tertentu (misal jenjang prasekolah dan jenjang TK), bukan per patokan usia. Tercapainya kemampuan tersebut yaitu gradual ataupun sekaligus. Contoh: Pada jenjang prasekolah fasenya disebut kesadaran dan eksplorasi (Bahasa). (Lengkapnya bisa dilihat di www.developmentalstagesofliteracy.com)

Memilih Sekolah, mengapa perlu memahami kebutuhan anak? Tujuan pendidikan adalah membangun kemampuan dimana anak mendapat peran untuk partisipatif dan sebagai subyek pelaku aktif dalam belajar. Agar terjadi keaktifan anak tersebut, kita perlu tahu apa yang memotivasi, menggerakkannya.. Meminjam istilahnya Bu Najelaa Shihab, apa yang membuat anak betah mengerjakan sesuatu berlama-lama dengan mata yang berbinar-binar?

Kembali ke soal tes kecil di atas, tentang 3 permainan yang disukai anak, apa perlunya pengetahuan ini dalam memilih sekolah? Jika anak anda aktif, senang permainan fisik, apakah hal tersebut dipenuhi di sekolah? Dulu, saat survei sekolah untuk anak, saya pernah berkunjung ke sebuah sekolah yang tidak membolehkan murid-muridnya berlarian, bahkan pada saat jam istirahat. Mulut saya sudah gatal ingin bertanya, bagaimana pada saat pelajaran olah raga? Tapi berhubung sudah hilang minat, saya urungkan dan langsung balik kanan jalan pulang. Padahal sekolah tersebut indah permai dan berfasilitas keren nan lengkap. Kebayang kan jika orantua tidak tahu anaknya suka permainan fisik, lalu tidak boleh lari samasekali, pasti anak stress bersekolah di situ.

Bahasan pertanyaan ke dua: pengetahuan anda tentang 3 orang teman baiknya, memberi Anda jalan masuk untuk dialog yang ril, bersifat “ open ended” alias terbuka, yaitu cerita-cerita tentang kejadian di kelas dan semakin mengenal diri serta pemikiran anak kita. Saking seringnya mendengar anak saya bercerita tentang teman-temannya, saya tahu misalnya si J menyebut dirinya tomboi, sedang si K tidak banyak bicara tetapi mereka berempat (anak saya dan 3 temannya) punya kesamaan, sama-sama suka seni dan menggambar dan lebih suka gaya kasual. Saya juga jadi lebih mudah tahu apa kesulitan anak saya di kelas; saya memulai dengan bicarakan teman-temannya lalu pelan-pelan pindah topik: kalo kamu sendiri, gimana? Lalu informasi tersebut dapat menjadi bahan masukan bagi gurunya.

Dalam memilih sekolah, tugas pertama Anda adalah mengenal anak dan kebutuhannya. Tugas ini wajib alias MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) ya, Bapak Ibu, tidak boleh diabaikan. Jadi saat memilih sekolah, Anda punya gambaran spesifik sekolah seperti apa yang Anda cari. Kita sebagai orang tua adalah mitra sekolah sebagai sumber informasi tentang anak bagi pihak sekolah. Jika kita mangkir, lalu siapa? Jangan salahkan pihak sekolah tidak bisa memberikan dukungan belajar yang sesuai.

Anda mau belajar lebih banyak lagi bagaimana memilih lembaga prasekolah? Ingin terhindar dari sekolah yang tak mau repot mengenali kebutuhan anak? Jangan sedih, saya sudah siapkan tuntunan lengkapnya di buku Panduan Memilih Sekolah Untuk Anak Zaman Now. Disana anda akan berkenalan dengan tanda-tanda sekolah yang peduli kebutuhan anak. Buku ini tidak ada di toko buku, hanya tersedia khusus di MemilihSekolah.com. Silakan langsung dipesan dan selamat membaca!

Sumber foto: Flikcr.com


panduan memilih sekolah untuk anak zaman now

Leave a Reply

Buku Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now
rss
rss
rss
Rai : Ini terlalu keren ! Jujur saya mengalami, saya bukti nyata bahwa perlombaan (dengan pengarahan yang salah) han
Putri : Benar, bukannys menguasai secara mendalam suatu msteri, siswa dilatih untuk memahami seluruh materi di se
Putri : Isi nya tiba-tiba menampar keras. Benar, terkadang saya yang sekarang masih sekolah sangat merasakan damp